Lihat ke Halaman Asli

Tuhombowo Wau

TERVERIFIKASI

Kompasianer

Pilkada 2020 dan "Iklan Mie Instan"

Diperbarui: 12 Oktober 2020   11:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Simulasi pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 | Sumber gambar: KOMPAS.com (ANTARA FOTO/ Muhammad Iqbal)

Karena tidak ada tanda-tanda ditunda meskipun dihantui wabah Covid-19, ancaman peningkatan golongan putih (golput), dan potensi delegitimasi hasil, berarti Pilkada Serentak 2020 kemungkinan besar diselenggarakan sesuai jadwal yang sudah ditentukan.

Seperti diketahui, Pilkada Serentak 2020 yang dijadwalkan pada 9 Desember ini melibatkan sebanyak 270 daerah di Indonesia. Antara lain, 9 provinsi, 37 kotamadya, dan 224 kabupaten.

Baca: Tiga "Hantu" Pilkada 2020: Covid-19, Ancaman Golput, dan Delegitimasi Hasil

Entah bagaimana cara para pasangan calon (Paslon) melawat rakyat untuk berinteraksi sambil "jual diri", penyelenggara (dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum atau KPU) menganjurkan agar kampanye dijalankan memanfaatkan media sosial (medsos) atau secara daring.

Sebenarnya bukan cuma di Pilkada Serentak 2020, namun di semua perhelatan pesta demokrasi lainnya, hal penting yang patut diperhatikan masyarakat khususnya pemegang hak pilih adalah model dan bobot kampanye.

Sudah menjadi pemahaman bersama, bahwa terkadang para Paslon pelayan publik, ketika terpilih cenderung ingkar janji. Memang tidak rata seperti itu, tetapi ada sebagian yang terbukti melakukan demikian.

Mengapa bisa terjadi? Tentu banyak faktor penyebab. Rangkum saja misalnya, karena lemahnya kompetensi Paslon serta kurangnya pengetahuan politik masyarakat.

Para Paslon selihai mungkin menarik hati dengan jargon dan janji manis, sementara masyarakat belum mampu memilah dan mempertimbangkan mana yang layak "ditelan". Pemilih asal percaya dan mau terbuai.

Pihak yang perlu "diselamatkan" di sini yaitu para pemilih, sebab ke depan merekalah yang akan merasakan "pahit-manis" buah pilihannya.

Maka dari itu, menurut penulis, para pemilih sudah seharusnya meningkatkan kemampuan memilih agar tidak terjebak pada janji-janji kosong.

Maksudnya, para pemilih harus bisa membedakan mana kampanye dan mana pula "iklan mie instan". Ada yang suka makan mie instan? Makanan ini sangat digemari karena di samping instan dibuat, juga rasanya nikmat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline