Lihat ke Halaman Asli

Tuhombowo Wau

TERVERIFIKASI

Kompasianer

Inilah Makna Natal bagi Anda yang Merasa "Berhak" Merayakannya

Diperbarui: 24 Desember 2019   13:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi perayaan Natal di keluarga | Gambar: chinkeetan.com

Sejatinya, perayaan Natal bukan hanya milik umat Kristiani yang mengaku beriman dan percaya kepada Yesus Kristus sebagai Juruselamat, melainkan pula kepunyaan seluruh bangsa di muka bumi.

Menurut ajaran iman Kristiani (Alkitab), kehadiran Yesus yang disebut juga Imanuel, Mesias atau Isa Almasih ke dunia bertujuan untuk membawa kabar baik bagi siapa pun yang mau menerimanya.

"Lalu kata malaikat itu kepada mereka: Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud" (Lukas 2:10-11).

Bahwa kemudian kutipan Alkitab di atas menjadi bagian dari ajaran iman Kristiani, bukan berarti "kesukaan besar" tersebut eksklusif ditujukan kepada mereka yang semata bersedia dibaptis dan memilih gereja sebagai tempat ibadah.

Eksklusivitas umat Kristiani terletak pada penerimaan dan pengakuan terhadap Yesus sebagai "Allah yang menjelma menjadi manusia". Dan karena telah mengambil wujud manusia, maka umat Kristiani menyebut-Nya Putera Allah.

Oleh karena itu, diksi "Putera Allah" tidak perlu dibayangkan bahwa Allah beristri layaknya manusia. Atau diksi lain yakni "Allah Tritunggal" (Bapa, Putera, dan Roh Kudus) pun tidak boleh diartikan Tuhan umat Kristiani ada tiga.

Tuhan umat Kristiani tetap satu (esa), namun diimani memiliki tiga pribadi yang sederajat dan sehakikat (sekodrat, sesubstansi, seesensi). Allah diidentikkan Bapa yang penuh kasih, disebut Putera karena menjelma jadi manusia, dan dipercaya tetap berkarya (mencintai ciptaan) lewat Roh-Nya.

Sekali lagi, kehadiran Yesus yang merupakan "kesukaan besar" dan dimaknai sebagai tawaran keselamatan tertuju kepada siapa pun yang bersedia menerima. Kesediaan menerima Yesus tidak sebatas mau dibaptis, pergi ke gereja, dan membawa label agama ke mana-mana. Lebih daripada itu.

Menerima Yesus harus utuh. Penerimaan terhadap Yesus wajib sampai pada kesediaan mengikuti jalan hidup-Nya yang sederhana, murah hati, pemaaf, penuh kasih sayang, dan rela berkorban secara konsisten, dengan demikian memperoleh keselamatan.

Sehingga ketika ditanya siapakah yang sungguh menerima Yesus dan mendapat keselamatan, pengakuan (dangkal) tidaklah cukup dijadikan dasar atau alasan untuk menuntut jaminan.

Sebab ada yang mengaku menerima Yesus tetapi memilih jalan hidup yang bertolak belakang dari apa yang diteladankan-Nya. Ada juga yang "tidak mengakui" (artinya bukan umat Kristiani), tetapi fakta hidupnya malah sejalan dengan-Nya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline