Lihat ke Halaman Asli

Tuhombowo Wau

TERVERIFIKASI

Kompasianer

Wacana Impor Rektor dan Kisah Gloria Hamel-Arcandra Tahar

Diperbarui: 31 Juli 2019   23:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menristekdikti Mohamad Nasir setelah konferensi pers Pengumuman Hasil SBMPTN 2019 di Gedung Kemenristekdikti, Jakarta (9/7/2019) | KOMPAS.com/ YOHANES ENGGAR

Patut diapresiasi bahwa Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) punya wacana merekrut orang-orang asing untuk menjadi rektor di Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Seakan tidak mau kalah dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang telah menerapkan sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dan menggagas zonasi guru, Kemenristek ternyata mau pro aktif juga memikirkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Menteri Kemenristekdikti Mohamad Nasir menggulirkan wacana, yang diakui sudah dipaparkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), bahwa agar kualitas PTN Indonesia mampu bersaing dan bersanding dengan universitas terkemuka di dunia, perlu "mengimpor" orang luar negeri.

Terkait wacana tersebut di atas, Nasir menyatakan masih berkonsultasi dengan beberapa pihak, utamanya Kementerian Keuangan dalam hal penentuan gaji rektor asing supaya tidak menambah beban anggaran PTN yang bakal dipimpinnya.

"Saya harus bicara dengan Menteri Keuangan juga, bagaimana kalau rektor dari luar negeri, kita datangkan ke Indonesia. Berapa gaji yang harus dia terima? Berapa komparasi negara-negara lain? Bagaimana bisa dilakukan, tetapi tidak mengganggu stabilitas keuangan di perguruan tinggi," kata Nasir (31/7/2019).

Mengenai kriteria calon, Nasir mengaku tengah membahasnya. Satu hal yang pasti yakni memiliki reputasi baik dan pengalaman akademik mumpuni. Dengan begitu PTN Indonesia bisa sekelas universitas-universitas di Eropa.

Lalu apa sesungguhnya alasan Nasir sampai harus merekrut rektor asing? Berikut ulasannya:

Pertama, perekrutan orang asing sebagai rektor merupakan hal biasa, seperti yang dilakukan negara-negara Eropa, termasuk juga Singapura. Nasir mencontohkan Nanyang Technological University (NTU) Singapura yang baru didirikan pada 1981, namun saat ini sudah masuk 50 besar dunia.

"NTU itu berdiri tahun 1981. Mereka di dalam pengembangan ternyata mereka mengundang rektor dari Amerika dan dosen-dosen beberapa besar. Mereka dari berdiri belum dikenal, sekarang bisa masuk 50 besar dunia," papar Nasir.

Kedua, dengan dipimpin rektor asing, ranking PTN Indonesia bakal mengejar ranking universitas-universitas kelas dunia, yang diharapkan bisa menarik minat mahasiswa-mahasiswi luar negeri untuk belajar.

"Karena rektor asing dan kolaborasinya yang ada di Singapura, (NTU) bisa mendatangkan mahasiswa dari Amerika, Eropa, bahkan Indonesia ke sana," ungkap Nasir.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline