Lihat ke Halaman Asli

Tuhombowo Wau

TERVERIFIKASI

Kompasianer

Pertimbangkan Ini Sebelum Anda Memutuskan untuk Golput

Diperbarui: 20 Maret 2019   01:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: radioidola.com

Mendekati Pemilu 2019, suara dari berbagai pihak yang mengajak seluruh masyarakat untuk tidak memilih 'golput' bergaung. Pihak-pihak yang dimaksud tidak hanya pemerintah dan penyelenggara pemilu, tetapi juga individu dan kelompok masyarakat yang sadar betapa pentingnya menentukan "pilihan waras" di ajang pesta demokrasi besar pada 17 April mendatang.

Masyarakat diminta supaya mau dengan ikhlas meluangkan waktu untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) mencoblos para kandidat yang sedang bersaing meraih jabatan pelayanan publik, antara lain posisi presiden, wakil presiden, anggota DPR RI, anggota DPD RI, anggota DPRD Provinsi, serta anggota DPRD Kabupaten/ Kota.

Apa yang saya maksud sebagai "pilihan waras"? Ya keputusan untuk lebih memilih menggunakan hak pilih ketimbang mengambil sikap pasif dan tidak mau terlibat dalam pesta demokrasi.

Bagi saya, dalam pesta demokrasi atau pemilu, tidak ada pilihan alternatif yang ditawarkan kepada masyarakat selain "memilih untuk memilih" kandidat. Tidak ada namanya tawaran pilihan "memilih untuk tidak memilih" alias golput. Penyelenggara pemilu hanya memberikan jaminan dan kesempatan kepada para pemilih untuk menggunakan keputusan bebasnya dalam memilih kandidat mana yang dianggap tepat untuk dipilih. Selain itu tidak ada. Tafsiran inilah yang menurut saya tepat untuk dipahami.

Maka pihak-pihak yang berupaya mengajak masyarakat agar tidak golput dan para pengguna hak pilih yang proaktif datang ke TPS merupakan orang-orang waras. Mereka adalah orang yang dengan rela meluangkan waktu serta tenaga demi kepentingan dan masa depan bangsa.

Mohon maaf, saya mesti mengatakan bahwa masyarakat yang ingin golput adalah orang-orang tidak waras. Mengapa?

Saya menilai, orang-orang yang enggan terlibat dalam pesta demokrasi cocok disebut kaum apatis, egois, sok sempurna. Bagi mereka urusan negara tidak penting dipikirkan. Mereka ingin proses perjalanan bangsa ini tidak melibatkan pribadi mereka, sehingga ketika terjadi sesuatu hal, mereka bisa segera cuci tangan.

Keputusan mereka untuk golput juga bisa dinilai sikap egois, kepentingan pribadi dan mungkin bisnis lebih diutamakan. Tidak ada waktu buat negara. Pikiran dan tenaga untuk memikirkan kepentingan bangsa tidak disediakan, karena dirasa tidak menguntungkan.

Di samping itu, tindakan golput sesungguhnya adalah wujud peremehan terhadap orang lain. Merasa diri paling hebat, sedangkan para kandidat itu jauh di bawah. Untuk apa memilih orang-orang yang tidak lebih pintar, cerdas dan kaya daripada saya. Kalau pun dipilih, kontribusi para kandidat tidak berdampak apa-apa.

Padahal jika memang merasa lebih hebat dan peduli terhadap bangsa ini, mengapa tidak mau mencalonkan diri? Betul bahwa setiap warga negara punya caranya sendiri untuk berkontribusi bagi bangsa, lalu mengapa ketika ada orang yang mau memilih menjadi pelayan publik tidak diberi motivasi dan kesempatan untuk itu? Bukankah dengan modal kelebihan dan kelemahan yang mereka miliki tujuannya untuk melayani Anda?

Tidak ada manusia sempurna, begitu juga para kandidat. Kita harus berpikiran positif terhadap mereka, sama seperti mereka juga berpikiran positif kepada kita. Kalau kita berharap pelayan publik itu harus sosok sempurna, maka itu mustahil ditemukan. Hanya Tuhan dan barangkali malaikat yang punya kriteria seperti itu. Manusia tidak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline