Lihat ke Halaman Asli

Tuhombowo Wau

TERVERIFIKASI

Kompasianer

Ingin AHY Berjaya, Demokrat Sebaiknya (Tegas) Dukung Jokowi

Diperbarui: 9 Maret 2019   15:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Agus Harimurti Yudhoyono/ AHY (Foto: kompas.com)

Sudah bisa dipastikan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) kelak akan menggantikan posisi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai nakhoda Partai Demokrat (PD). Bagaimana tidak, AHY saat ini tampil dan ditampilkan bak bintang utama di partainya. Bahkan di saat sang ayah, SBY yang sedang sibuk mengurus pengobatan sang ibu, Ani Yudhoyono di Singapura, AHY diberi mandat penting, yakni memimpin perjuangan partai merebut suara pada Pemilu 2019.

Tidak hanya populer di partai, AHY juga sepertinya sudah mulai jadi idola masyarakat, terutama mereka yang mengaku generasi milenial. Sepak terjang politiknya yang dimulai sejak Pilkada DKI 2017 silam telah membuat nama AHY terpatri di hati sebagian masyarakat. AHY yang masih belia dan nekat meninggalkan karir militer untuk terjun ke dunia politik menjadikannya sosok unik dan langka.

Keputusan AHY beralih karir memang sempat memunculkan banyak pertanyaan karena sebagian kalangan menilai karir cemerlangnya sesungguhnya lebih tepat di bidang militer, di mana bisa mencapai pangkat setingkat dengan sang ayah, Jenderal SBY. Namun ternyata takdir menyatakan lain, daya tarik politik lebih kuat memikat hati AHY daripada suguhan impian jabatan prestisius di dunia militer.

Label dan pangkat terakhir sudah ditanggalkan, AHY kini seratus persen seorang politisi. Posisi sebagai bintang utama di partai dan salah satu nominasi idola masyarakat adalah modal buat AHY untuk semakin serius meniti karir di bidang politik.

Lalu apakah dua hal di atas sudah cukup bagi AHY untuk mewujudkan mimpi SBY dan PD ke depan?

Rasanya belum. Faktanya bahwa sampai sekarang AHY belum menduduki posisi tertinggi di partainya. Persoalan ini tentu ranah kebijakan partai dan SBY, mungkin tinggal menunggu waktu saja.

Persoalan lainnya adalah AHY juga belum pernah mengemban tugas dan jabatan publik, semisal di pemerintahan. Modal ini sempat ingin dititi dua tahun lalu tetapi kandas. Angan-angan menjadi gubernur ibukota sirna karena dikalahkan telak oleh para rivalnya.

Sembari menunggu keputusan partai memberi "kue jabatan", sudah sepantasnya AHY mencoba kembali meniti asa dan belajar mengasah kemampuan dalam menjalankan tugas pelayanan publik. Tidak harus menjadi calon gubernur lagi, tetapi barangkali di level yang lebih tinggi, misalnya jabatan menteri. Publik pasti akan menyambut dengan gembira jika AHY mau menimbang usulan seperti ini.

Sampai sekarang PD berstatus anggota koalisi pemenangan Prabowo-Sandi. Di samping berpeluh memperjuangkan misi koalisi, PD juga mesti bersusah payah mengangkat elektabilitasnya untuk mencapai target perolehan suara di parlemen minimal 15 persen. Dua tugas yang memecah fokus dan masih kabur untuk diraih. Keduanya sangat tidak mungkin dilakukan maksimal. Energi partai terbagi, yang ujung-ujungnya membuat dua target hilang tak terkendali.

Ringkasnya begini, PD sebaiknya fokus saja pada kepentingan internalnya. Pertama adalah meraup suara para pengguna hak pilih agar bisa lolos di parlemen yang mudah-mudahan sesuai target, dan yang kedua yaitu mempersiapkan posisi bagi AHY di pemerintahan.

Keberadaan PD di koalisi Prabowo-Sandi belum final membuahkan harapan. Hasil Pilpres 2019 masih dalam bayang-bayang. Sikap "hati mendua" PD yang kerap dipertontonkan ke publik jelas akan membawa dampak buruk bagi internal mereka sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline