Perkenalan Saya Daniel Yoga Kuswara, saya berasal dari fakultas Vokasi prodi Fisioterapi.
Disini saya berkesempatan menyampaikan permasalahan tentang Memwujudkan Pendidikan Berkualitas dengan isu Perlu Tidaknya Sistem Zonasi pada PPDB yang didukung dengan Kesenjangan Sistem Pendidikan dan Infrastruktur di Tingkat Daerah.
PENERAPAN ZONASI
Berdasarkan Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 , penerimaan peserta didik yang sebelumnya melalui kompetisi dengan nilai ujian menjadi penerimaan yang didasarkan pada: 1) jarak tempat tinggal ke sekolah sesuai zona, 2) Surat Hasil Ujian Nasional (bagi lulusan SMP); dan 3) prestasi akademik dan nonakademik. Kebijakan ini berlaku di semua sekolah pemerintah daerah. Adapun jumlah siswa yang diterima menurut zonasi adalah sembilanpuluh persen, jalur prestasi di luar zona 5 persen, dan perpindahan domisili atau terjadi bencana lima persen. Berdasarkan instruksi pemerintah kebijakan PPDB sistem zonasi di semua daerah didasarkan pada asas yang objektif, transparan, akuntabel, dan berkeadilan (Purwati, et al., 2018).
ARGUMEN TENTANG DITERAPNYA
Saya berada pada tim yang pro akan adanya sistem zonasi ini karena pemerintah sudah mempertimbangkan manfaat dan kosekuensinya. Menurut Safitri (2019) menteri pendidikan menyatakan bahwa setiap anak bangsa memiliki hak yang sama atas pelayanan pendidikan yang berkualitas sehingga tidak terjadi diskriminasi, ekslusivisme, dan kompetisi yang berlebihan untuk mendapatkan layanan pemerintah pada lingkup pendidikan. Sekolah negeri selaku layanan publik harus mampu menciptakan pendidikan dengan nilai nilai ideal di atas (Locatelli 2018).
Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, instansi atau sekolah-sekolah harus memiliki ciri universalitas, yaitu semua kalangan harus bisa mengakses (non excludable), tidak adanya persaingan (non rivalry), dan tidak ada diskriminasi (non discrimination) (Coughlan, 2018; Daviet, 2016; Locatelli, 2018)
Tercapainya tujuan sekolah zonasi, tidak hanya untuk layanan akses pendidikan yang merata, lebih jauh adalah agar pencapain prestasi akademik siswayang optimal sebagai produk dari hasil pendidikan. MeenuDev (2016) menyebutkan pencapaian akademik siswa adalah hasil yang diperoleh siswa atas usahanya menghadapi berbagai faktor yang menjadi penghambat dan tantangan kinerja akademik yang optimal.
Sebagai kebijakan reformatif, sistem zonasi sejatinya telah memiliki analisis yang radikal dan objektif terhadap permasalahan dan kondisi pendidikan di Indonesa. Pada sistem zonasi terdapat dua faktor utama yang dapat memengaruhi prestasi akademik siswa sebagai produk akhir proses pendidikan yaitu karakteristik atau latar belakang keluarga siswa dan lingkungan sekolah dan atau teman sebaya. Pada karakteristik atau latar belakang siswa meliputi beberapa aspek yaitu bahasa & sumber daya pendidikan di rumah, pendidikan orang tua, status sosial ekonomi (SES). Hal ini sejalan dengan pendapat Hanushek & Woessmann, (2010) dan Jaiswal (2018) bahwa keluarga adalah faktor utama dalam proses pendidikan yang dianggap memiliki pengaruh yang kuat.
KEUNTUNGAN DAN TANTANGAN
PPDB mendapat respon positif dari beberapa kalangan karena kemampuannya untuk memberi akses yang lebih luas kepada siswa bertaraf ekonomi rendah (Dewi & Septiana, 2018). Bagi siswa, kesulitan biaya ke bimbel dan mendapat nilai tinggi untuk masuk sekolah yang diinginkan sudah tidak menjadi rintangan. Tidak adanya kekhawatiran menempuh perjalanan jauh untuk dapat ke sekolah karena keterbatasan kepemilikan alat transportasi. Bahkan, jarak dari rumah ke sekolah dapat ditempuh hanya dengan berjalan kaki. Dalam hal ini, zonasi menunjukkan kapasitasnya untuk membantu mendorong akses siswa yang berasal dari kelas sosial rendah yang selama ini hanya kelas sosial menengah ke atas saja sebagaimana yang telah terjadi selama kurun waktu satu dekade terakhir (Martono, 2019).