Lihat ke Halaman Asli

Tubagus Encep

TERVERIFIKASI

Jangan Datang ke Jakarta [Kata Siape?]

Diperbarui: 20 Juli 2015   16:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Arus balik mudik ke Jakarta (gambar: merdeka.com)"]

[/caption]

Saat anak didik saya minta do’a untuk melanjutkan pendidikannya pada sebuah universitas di ibukota, Jakarta. Saya  hanya berpesan agar ia selalu dekat dan mendekatkan diri pada kegiatan musholla yang ada di mana ia akan ngekos nanti. Saya berpesan demikian karena saya lihat anak tersebut pandai mengaji, sudah layak jadi imam dan juga memiliki kemampuan pengetahuan agama yang lumayan untuk ukuran anak seusianya.

Sebagai orang yang pernah menjadi gurunya, saya tak ingin ia terjebak gemerlap ibukota yang bisa menjerumuskannya yang selanjutnya akan mengganggu kelancaran kuliahnya. Dengan kemampuan agamanya saya berharap ia tidak akan grogi serta mampu beradaptasi dengan lingkungan musholla-nya nanti, dan biarlah takdirnya nanti menentukan akan jadi apa ia kelak.

Namun setidaknya ketika kegiatan kuliahnya bersandingan dengan aktifitas musholla, bukan saja ia dapat memanfaatkan ilmunya namun juga bisa bersentuhan dengan siapapun dan dari kalangan manapun tanpa sekat.

Pemikiran ini muncul berdasarkan pengalaman teman sepesantren dulu yang kini telah menjadi kepala sekolah SMU di sebuah yayasan pendidikan, dan ia memulainya dulu dari sebuah musholla lewat kegiatan mengajar mengaji. Dari aktifitas menghidupkan musholla itulah ia dipermudah hidupnya oleh Allah hingga bisa menyelesaikan kuliahnya, mendapatkan istri yang sholehah dari sebuah keluarga yang kebetulan letaknya tak jauh dari musholla. Dan dari pergaulan bersama orang-orang musholla ia ditarik pemilik yayasan untuk menjadi guru hingga kini duduk menjadi kepala sekolahnya.

Jejak inipun diikuti oleh beberapa adik kelasnya, hingga ada yang menjadi wakil kepala sekolah, kepala BPR syariah, bahkan ada yang dipinang oleh penduduk setempat untuk putrinya yang cantik juga tajir. Dengan kemampuan [skill] mengaji beberapa teman dan adik kelas akhirnya bisa mendapatkan kehidupannya di ibukota dengan lebih baik.

[caption caption="Susah cari kerja di Jakarta (gambar:okezone.com)"]

[/caption]

Jangan ke Jakarta bila tak memiliki keahlian [?]

Kisah nyata di atas ingin saya ceritakan berkaitan dengan banyaknya masyarakat daerah yang berbondong-bondong ke Jakarta namun minus keahlian sedikitpun. Karena mereka yang memiliki keahlian saja perlu berdarah-darah untuk mendapatkan kesuksesannya, bagaimana dengan mereka yang minus keahlian.

Jakarta sebagai ibukota dengan segala fasilitasnya memang menjadi magnet bagi siapapun untuk tersedot ke dalamnya. Di Jakarta segala kesuksesan bisa disandarkan namun di Jakarta pula kenyataan pahit bisa didapatkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline