Lihat ke Halaman Asli

Tubagus Encep

TERVERIFIKASI

Otak-Otak Lebih Enak daripada Kotak-Kotak

Diperbarui: 29 Juni 2015   08:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Otak-otak

Semasa menjadi James Bond (Jaga Mesjid ama Kebon) dulu di komplek Depdikbud Cempaka Putih, Ciputat sekaligus makan bangku kuliahan, saya memiliki teman Kristen Katholik yang biasa main ke markas kami di mushola komplek tersebut. Walau berbeda keyakinan kami tidak pernah membicarakan perbedaan keyakinan kami namun lebih membicarakan masalah hubungan kemanusiaan kami. Sesekali memang kami diskusi agama namun bukan membicarakan kelebihan atau kekurangan masing-masing. Konsep agamamu adalah agamamu, agamaku adalah agamaku berjalan dengan indahnya.

Pada bulan ramadhan teman Katholik saya ini bila berkunjung anehnya seharian ia tak mau makan ataupun minum selama berkunjung walau sudah saya paksa untuk berperilaku layaknya orang tak berpuasa, namun keukeuh ia tak mau. Bahkan anehnya kadang ia mencoba seharian berpuasa sekalian itung-itung diet katanya. Ia memang bertubuh besar dan tinggi ke samping. Jelas saya tidak bisa melarang ia berpuasa karena puasa bagi saya monggo saja dilaksanakan bila ia memang mau dan terserah ia niatnya apa. Toh saya tidak bisa menjustisifakasi bahwa puasa hanya milik agama saya saja.

Dari perjalanan inilah saya belajar untuk tidak mengkotak-kotakkankan seseorang, bahwa ia Islam atau bukan, apakah ia Batak atau bukan, miskin atau kaya atau apakah ia gemuk atau kurus. Semua sama-sama makhluk Tuhan.

Maka saya sangat kurang respon ketika ada seseorang juga mengkotak-kotakan profesi kepenulisan sesorang dengan tipe atau jenis kepenulisan seseorang, sama halnya saya tidak suka mengkotak-kotakan apakah itu penggemar dangdut atau rock, blues atau jazz.

Kompasiana sebagai tempatnya berkumpul para penulis dan pembaca yang sangat fenomenal saat ini, sangat membuka diri terhadap semua yang bergabung selama tidak melanggar aturan main yang sudah diterapkan oleh kompasiana. Maka aneh sekali saat kompasiana sendiri sebagai wadah penulis dan pembaca tidak pernah mengkotak-kotakkan anggotanya namun muncul fenoma pengkotak-kotakan kompasianer oleh kompasianer itu sendiri.

Terlepas dari sekedar tulisan ringan menghibur, pengkotak-kotakan tersebut di mata saya sudah mendekati sifat yang menjustifikasi (mencap) seseorang berdasarkan stempelnya. Mengapa saya risih ketika seseorang sudah berada pada sikap berani mencap seseorang dengan stempel versinya, karena ditakutkan stempel tersebut berbalik pada dirinya sendiri.

Maka rasanya sangat arif bila kita tidak memberikan cap-cap tersebut pada niat seorang hadir di kompasiana, apakah ia sebagai komentator, jarang nulis tapi banyak komentar ataukah ia tipe tukang nangkring, dan sadisnya lagi menyebut kompasianer sebagai pemburu harta alias Bounty Hunter. Selama kompasianer tersebut tidak membuat keresahan serta tidak melanggar aturan main yang ditentukan dalam aturan main, monggo bagi saya. Yang pantas dijustifikasi mungkin bolehlah golongan darah demi kebutuhan kesehatan seseorang atau hal lain yang berkaitan dengan kesehatan dst.

Mengapa, saya tak suka dijustifikasi, karena semua yang dicapkan tersebut ada dalam diri saya hahaahahahaha....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline