Lihat ke Halaman Asli

Tubagus Encep

TERVERIFIKASI

Saya Muslim, Saya galau ketika mendekor nuansa Natal

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nuansa natal di mall (sumber: viva.co.id)

[caption id="" align="aligncenter" width="597" caption="Nuansa natal di mall (sumber: viva.co.id)"][/caption] Ini sesungguhnya cerita lama, saat saya masih berusia 28-an dan masih memanas darah mudanya, kurang gaul dan tengah bekerja sebagai visual decoration pada sebuah toko retail/mall nasional milik pengusaha keturunan asal dari Makasar. Ada tiga momen penting yang menjadi andalan sebuah toko besar seperti toko swalayan, supermarket, mega market sampai hippermarket untuk mendulang pundi-pundi keuntungan bagi perusahaannya yaitu pada waktu puasa plus lebaran, natalan plus tahun baru dan masa liburan sekolah. Setiap tiga peristiwa tersebut datang, maka tim dekorasi toko memiliki kesibukan yang tidak terhingga untuk membuat tampilan toko seindah mungkin sehingga pengunjung menjadi betah berlam-lama untuk berbelanja dan tentu saja semakin banyak keuntungan yang diraih pengusaha pemilik toko-toko besar tersebut. Mendekorasi toko dengan nuansa natal pada saat itu membuat saya menjadi gamang dan sedikit gelisah karena pemahaman agama saya kala itu yang menyangkut "Hablum minan nas wa hablum minallah/hubungan baik dengan manusia dan Allah" masih rendahnya. Sehingga saya selalu diliputi kegalauan dalam hati setiap harus mendekor nuansa natal dalam toko tempat saya bekerja. Kegalauan saya karena minimnya pemahaman saya waktu itu atas ungkapan ajaran agama lewat hadits "Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia menjadi bagian dari kaum tersebut" sehingga membuat saya bermalas-malasan bekerja menghiasi toko dengan nuansa natal. Mengapa, karena saya berfikir ketika saya menghiasi atau mendekorasi toko dengan nuansa natal maka saya menjadi bagian dari agama kristiani dan saya telah murtad karenanya. Begitulah pemahaman saya kala itu. Otomatis saya selalu menjadi sasaran kemarahan atasan karena kemalasan bekerja menjelang natal. Untunglah saya memilik orang tua yang dapat menjelaskan sejauh mana yang dimaksud dari ajaran hadits tersebut di atas sehingga saya dapat menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya. Karena menyerupai atas apa yang dimaksud tersebut adalah bukan seperti apa yang ada dalam benak saya hehehehe.... Tentu saja semakin bertambahnya usia saya, bertambahnya pergaulan, bertambahnya pula pemahaman saya akan penting nya berhubungan baik dengan siapapun tanpa memperdulikan agama, ras atau sukunya seseorang. Sebagaimana nabi Muhammad SAW dengan tiba-tiba berdiri ketika lewat di depannya iring-iringan jenazah Nasroni dan sempat dipertanyakan oleh para sahabatnya. Maka kalau sekarang saya berusaha menjaga betul hubungan baik dengan teman beda keyakinan tanpa berani masuk pada wilayah pribadi ajaran orang lain kecuali pada hubungan kemanusiaannya belaka, ini semua adalah pemahaman saya yang sekarang. Mudah-mudahan tidak salah lagi. Hehehehehe... Salam Kompasianer, berkah Tuhan untuk semua dan Jayalah Kompasiana ******************************************************************** Tulisan sebelumnya: Resolusi 2014: Menulis Buku Sebagai Warisan buat Anak

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline