[caption id="" align="aligncenter" width="596" caption="Ilustrasi (sumber: kapuas.info)"][/caption] Ketika terjadi bencana terjadi di Indonesia apakah itu banjir, gempa bumi atau jenis bencana lainnya biasanya respon masyarakat yang peduli terhadap bencana cepat sekali. Dan kepedulian masyarakat Indonesia yang memang pemurah dan baik hati biasanya dihimpun oleh ORMAS atau himpunan mahasiswa di seluruh Indonesia. Tentu saja tak sedikit partai mencoba juga masuk dalam kegiatan ini. Teringat pada himbauan peduli bencana dan bantuan Palestina yang digagas oleh Bu**n S*b*t Merah Indonesia (BSMI) pada sebuah majalah yang pernah saya baca, mereka dengan profesionalnya membedakan bentuk ajakan donasinya dalam 2 (dua) bentuk yang berbeda, satu kolom untuk donasi bantuan sosial dan satu kolom lagi untuk bantuan operasional tim relawan Sabit Merah. Saya memahaminya bahwa BSMI tersebut menggunakan ongkos operasianal dari bantuan donatur yang memang mendonasikan dananya untuk operasional, bukan mengambil dari donasi yang masuk pada bantuan bencana atau kegiatan bantuan bencana lainnya. Sebuah cara yang sangat apresiatif. Namun berbanding terbalik dengan yang pernah saya saksikan langsung saat mengintip tak sengaja kegiatan mahasisawa sebuah perguruan tinggi yang kebetulan mengumpulkan donasi di depan mall tempat saya bekerja dulu. Mereka dengan antengnya mengambil uang makan/minum seluruh relawan mahasiswa yang beraktifitas saat itu dari kardus/kotak sumbangan donatur. Yang menjadikan saya semakin tertegun adalah ketika makanan/minuman yang dibelinya ternyata pada sebuah restoran cepat saji bermerek paman Sam yang tentu harganya jauh lebih mahal dibanding nasi bungkus pada warteg atau warung nasi kecil lainnya. Saya coba cek ulang pada adik yang pernah mengikuti kegiatan pengumpulan donasi peduli yang dilakukan kampusnya dulu dan membenarkan pola yang saya ceritakan di atas. Bahkan adik saya menambahkan ketika pada pengumpulan bantuan pakaian layak pakai, beberapa teman kampusnya sering memilih terlebih dahulu pakaian yang paling bagus untuk dipakainya sendiri. Sebuah tindakan yang tentu saja kurang apresiatif. Tulisan ini tentu saja tidak berniat menvonis bahwa seluruh kegiatan pengumpulan donasi yang dilakukan mahasiswa demikian adanya, namun tentu saja penting dilakukan cara yang lebih bijak untuk membiayai operasional relawan dengan cara yang lebih bijak. Misalnya dengan menyiapkan sendiri makan dan minum yang dikumpulkan dari sumber lain tanpa harus mengambil dari donasi yang sudah terkumpul apalagi dengan cara berlebihan pula seperti pada kisah di atas. Saya sendiri tidak memahami apakah etis atau tidaknya cara-cara yang dilakukan adik mahasiswa ini, namun tentu saja ini ditakutkan akan menjadi kebiasaan yang buruk bila kelak mereka menjadi pejabat yang berani mengkorupsi bantuan bencana alam untuk kepentingan pribadinya. Selamat beraktifitas dan semoga berkah Allah untuk pembaca semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H