Lihat ke Halaman Asli

Bos Arus Liar Bicara Bisnis Arung Jeram

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

@tuanyuda - Amelia Yunita Korua yang tak lain adalah bos Arus Liar angkat bicara soal bisnis arung jeram di Indonesia. Sebagai salah satu tokoh dalam bisnis arung jeram di Indonesia, Yuni berbagi cerita kepada @tuanyuda tentang bagaimana ia membangun bisnisnya.

“Pada 1994 di Indonesia belum ada yang berpikiran mengelola wisata alam. Kalau pun ada di Bali ada beberapa operator arung jeram mulai tahun 1990 atau 1991, tapi semuanya dikelola orang asing. Jadi saya merasa tergerak, kenapa sih ini kan sungainya sungai kita kenapa bukan orang kita yang mengelola. Kemudian akhirnya saya terpanggil lagi ketika suami saya ngajak bareng untuk mengelola usaha seperti ini. Ada unsur spekulasi karena kami tidak tahu masa depan perusahaan ini jadi kami ambil risiko itu. Saya merasa yakin karena intuisi saja. Saya lihat diluar negeri bisa kenapa kita tidak,” kata Yuni.

Jerih payah Yuni membesarkan arung jeram di Indonesia lewat Arus Liar saat itu bukan perkara mudah. Keterbatasan kompetensi sumber daya manusia yang mumpuni untuk mengelola bisnis arung jeram menjadi tantangan yang dihadapinya.

Dia pun mengenang imej arung jeram di mata masyarakat Indonesia saat itu sebagai suatu kegiatan yang menantang maut. Buktinya, pada periode awal pengunjungnya malah 100% ekspatriat. “Awalnya kalau kami menawarkan ke orang Indonesia, mereka bilang ngapain bayar mahal-mahal untuk mati, jadi pertama tantangannya itu meyakinkan pasar bahwa ini sesuatu yang aman.” Pada awal perjalanannya, Yuni sempat mendapat nasehat dari teman-teman agar berkarier sesuai dengan latar pendidikannya.“Waktu itu teman pada menasehati tapi bagi saya mengecilkan. Buat apa sekolah capek-capek kalau cuma mau jadi tukang dayung. Tapi itu justru kata-kata itu memotivasi saya, nanti loh gue tunjukin bukan hanya gue bisa hidup dari situ tapi juga bisa ngidupin orang dari situ. Saya ingin menunjukkan bahwa arung jeram ini juga bisa menghidupi orang banyak. Dan sekarang sebagian mimpi itu sudah terbukti,” kenangnya sambil tersenyum. Dengan semangat dan keyakinan yang tinggi, jerih payah Yuni membuahkan hasil. Nama Arus Liar terus meninggi dan kian menancapkan keberadaannya. Selain Arus Liar, Regulo Lintas Nusantara juga menjadi salah satu bagiannya. Tak hanya itu multiplier efek pun terjadi dimana pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar sungai yang menjadi garapannya menjadi hidup. Perempuan yang hobi menari ini mengungkapkan naik turun bisnis arung jeram sangat rentan terhadap kecelakaan. Yuni mengaku sempat cemas bisnis arung jeram terkena imbas krisis moneter tahun 1998. Akan tetapi hal itu tak terbukti. Penurunan justru terjadi ketika terjadi kecelakaan arung jeram pada 2003 yang dikelola operator lain. Efek tersebut bertahan hingga setahun, hingga berimbas pada tutupnya beberapa operator arung jeram. “Pertumbuhan arung jeram di Indonesia yang berdiri saat ini cukup signifikan dibandingkan dulu tahun 1990-an hanya dua perusahaan di Bali yang dimiliki orang asing. Sekarang hampir semua provinsi hampir punya operator arung jeram. Jawa Barat kedua paling banyak setelah Bali. Di Bali satu sungai ada yang sampai 27 operator. Jadi di jumlah operator dan pemandu cukup besar, makanya perlu standarisasi untuk usaha dan pemandunya. Angka operator sekitar 70-an seluruh Indonesia.” Adapun di bisnis arung jeram, perihal perijinan sungai disesuaikan dengan aturan otonomi daerah setempat. Yuni mencontohkan jika di Jawa Timur dibatasi satu rute hanya boleh untuk dua perusahaan, di Jawa Barat tidak ada pembatasan seperti itu. “Itu seperti runway pesawat di bandara saja. Kita juga ada kode etik di Sungai seperti river running sistem, tidak mungkin perahu menumpuk di satu jeram mesti berganti karena itu salah satu safety prosedurnya begitu.” Guna menjaga agar arung jeram tidak menjadi industri yang liar, Yuni lewat Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI) gencar memperjuangkan agar pemerintah mengesahkan standarisasi yang mengatur prosedur keamanan, standar usaha, hingga standar pemandunya. Terkait perihal prestasi dan organisasi di arung jeram, nama Yuni tak perlu dipertanyakan. Pada periode 1996-2000, ia pernah tercatat menjadi Ketua Umum FAJI. Selepas itu hingga kini, dirinya menjabat sebagai Wakil Ketua Harian FAJI. Di tingkat internasional, Yuni pernah menjabat sebagai Chief Judges International Rafting Federation (IRT), yang tak lain merupakan posisi sangat bergengsi. Sebagian perannya di IRT adalah turut menentukan aturan pertandingan arung jeram skala dunia. Selain itu, Yuni juga aktif memfasilitasi atlet-atlet nasional untuk menggelar kejuaraan nasional dan kejuaraan internasional. Ke depan, pendiri Global Rescue Network ini berharap pemerintah lebih memaksimalkan peran dalam mengangkat keunggulan potensi wisata di Tanah Air. “Harapan ingin pejabat ngeh yang ditawarkan Indonesiabanyak. Indonesia keunggulan wisatanya ada di wisata alam. Orangnya lebih di edukasi ditempat yang ada potensinya. Sehingga bisa menjadi sumber devisa bagi semuanya. Pemerintah harus punya konsep yang jelas fasilitas dan aksesabilitas.” (@tuanyuda) http://tuanyuda.blogspot.com/2014/11/bos-arus-liar-bicara-bisnis-arung-jeram.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline