Buku adalah jendela ilmu. Buku juga disebut sebagai guru yang tak pernah marah. Membaca buku adalah kesukaan saya sejak lama.
Tak sekedar hobi baca, tapi juga suka dan sering beli buku. Apalagi, buku dikasih, tak pernah saya tolak. Hanya saja, ketika digitalisasi mulai merambah kehidupan, membaca buku agak menurun.
Tapi, saat bepergian ke luar daerah, satu atau buku masih saya bawa untuk baca di dalam perjalanan. Buku bacaan saya banyak yang ringan-ringan saja.
Artinya, buku yang enak dan seru untuk dibaca. Salah satunya novel. Novel termasuk buku yang saya sukai. Apalagi novel sejarah, wah ini sampai hafal alur ceritanya usai membaca.
Ada buku yang agak berat, itu biasanya tak paham ketika membaca pertama alias zoning out, biasanya buku itu tergeletak saja di rak buku.
Sebab, diulang beberapa kali, tak pernah ketemu. Dibaca terus, tapi ingatan kita ke yang lain. Kadang kalau tak ketuju itu, mata cepat ngantuk saat membuka lebaran buku itu.
Makanya, menghindari zoning out, saya lebih banyak beli buku yang ringan-ringan saja. Buku biografi misalnya.
Kemudian buku yang tak begitu panjang-panjang catatan kakinya. Sebab, catatan kaki yang panjang, ini akan mengalihkan ingatan kita dari alur cerita pertama kita dalam buku.
Saya ingin, kalau pun panjang catatan kaki, itu dibuat di bagian khusus di halaman akhir buku.
Sebaai wartawan, hobi baca buku saya menjadi kebutuhan. Dari berbagai buku yang saya adopsi, terasa sekali memperkaya keilmuan tulis menulis saya.