Tuanku adalah gelar yang unik. Adanya di Minangkabau, terbanyak dipopulerkan di Padang Pariaman.
Tak pula tuanku tok. Ada dua suku kata setidaknya, dilekatkan gelar itu kepada santri yang menamatkan kajinya di surau dan pesantren.
Semisal Tuanku Bagindo, Tuanku Kuniang, Tuanku Sutan Sinaro, Tuanku Mudo, dan semacam gelar tuanku lainnya.
Belakangan, di samping yang bersangkutan ada gelar tuanku, pun gelar akademik di perguruan tinggi didapatkannya, setelah perjalanan panjang menuntut ilmu di universitas dan sekolah tinggi, umum dipakai tuanku.
Bahkan yang sampai jadi prof sudah ada yang merambah dunia tuanku itu sendiri. Yang doktor bejibun, tak terhitung banyaknya.
Prof Duski Samad Tuanku Mudo, mungkin seorang tuanku yang datang dan lahir dari surau, mampu meraih gelar akademik tertinggi di UIN Imam Bonjol Padang.
Gelar tuanku ini diyakini banyak ulama, adalah warisan Syekh Burhanuddin. Langsung dia bawa dari Aceh.
Apakah tuanku di Padang Pariaman ini adopsi Tengku di Aceh? Bisa jadi seperti itu. Sebab, Syekh Burhanuddin mendapat mandat langsung dari Syekh Abdurrauf as-Singkili, untuk menaklukkan Minangkabau dengan ajaran Islam versi Syattariyah.
Makanya, setiap tuanku punya jadwal yang khusus untuk berziarah ke Ulakan, makamnya Syekh Burhanuddin. Begitu juga ke Banda Aceh, para tuanku juga punya tradisi sendiri dalam bertawashul kepada guru itu.
Kajian tentang tuanku sepertinya sebuah cerita dan kisah yang tak pernah habis dibahas. Selalu menarik. Setiap tahun ada saja kandidat doktor yang menjadikan tuanku sebagai objek disertasinya.