Lihat ke Halaman Asli

[Part VII] Di Balik Sebuah Cerita

Diperbarui: 3 Desember 2016   04:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi kawasan pendesaan (sumber : https://jakasppainter.files.wordpress.com/)

POV Istri

Cerahnya pagi kembali menyapa hari ini berkas sinar mentari masuk melalui celah dinding yang terbuat dari anyaman bambu. Terlihat nisa dan adit kegirangan yang sedang bermain dengan buk giran, aku tersenyum sembari tertawa kecil karena terlihat dari wajah buk giran yang kelelahan meladeni mereka berdua.

Begitu pula mas andi yang asyik berbincang dengan pak giran sepertinya sedang membahas prospek kebun maupun lahan pertanian yang membentang luas disekitarnya.

Ilustrasi rina (sumber : http://cdn.klimg.com/kapanlagi.com/g/para_selebriti_ungkap_suka_duka_jadi_pembawa_acara_infotainment/p/olla_ramlan-20140421-001-acat.jpg)

Mata ku sejenak menatap ke arah balai, dimana balai itu menjadi saksi bisu kejadian antara aku dan pak giran semalam. Sampai saat ini aku masih mengingat dengan jelas bahwa kejadian itu terjadi tanpa paksaan sedikit pun dari pak giran melainkan dengan kesadaran diri karena aku mengikuti naluri dan perasaan yang berdasarkan dari hati.

Aku tertunduk sejenak mengingat kejadian itu semua rasa bercampur menjadi satu sedih, senang, kecewa di dalam hati yang kemudian menstimulus air mata yang mulai menitik dari sudut mata.

Beberapa saat aku menangis terasa dari arah punggung ada yang mengelus dengan lembut dan tangan itu pun dengan lembutnya berpindah mengelus ke arah kepala sembari mengecup lembut kepala ku.

Ilustrasi mbah giran (sumber : rikyarisandi.blog.widyatama.ac.id/)

Aku mengenal siapa pemilik tangan ini dari tekstur tangannya memang sudah familiar dengan kulit tubuhku. Pemilik tangan itu adalah pak giran, pria yang telah berhasil menggoyahkan pertahanan hati yang selama ini pertahanan itu berdiri dengan kokohnya dan beliau juga yang telah memberikan warna baru dalam kisah hidupku di beberapa hari ini.

"kenapa, nduk?" pak giran mulai mengeluarkan suara, yang entah sejak kapan pak giran berada di kamar ku.

"gak papa pak, cuma ada yang ku pikirkan saja pak." ujar ku.

Beliau meraih dagu sembari menghapus air mata di pipi dan mengecup keningku dengan pelan.

"udah jangan sedih, senyum dong". hibur pak giran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline