Lihat ke Halaman Asli

Tentang Kesalahan

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pertanyaannya adalah siapa yang tidak pernah berbuat salah?

Dari zamannya batu sampai zamannya gedung pencakar langit, saya yakin, ada banyak sekali kesalahan yang dilakukan oleh makhluk yang bernama manusia, tak ada yang tidak pernah berbuat salah.

Sekarang mari kita samakan asumsi, kalau semua kita pernah salah. Tapi yang jadi permasalahannya adalah sikap sebagian kita pada orang lain yang berbuat salah kadang terlalu berlebihan dan cenderung tidak adil, ujung-ujungnya malah menghakimi semau saya seolah kita tidak pernah bersalah.

Orang berbuat salah itu juga karena beberapa hal, kadang alasan kesalahan itu sendiri memang tidak masuk akal, tapi bagaimana pun juga itu tetap salah, dan harus dilihat secara tenang, juga logis.

Kesalahan terjadi karena kurang/ketiadaan informasi.

Ini murni pendapat saya. Ada waktunya, salah yang dilakukan oleh satu atau dua orang adalah semata-mata karena ketiadaan ilmu atau informasi. Untuk kesalahan seperti ini, solusinya, menurut saya adalah memberi informasi sebanyak mungkin. Menghakimi mereka dengan cara apa pun sama sekali tidak akan menyelesaikan masalah, yang ada malah makin tambah masalah.

Lupa atau khilaf

Nah, kalau yang ini, hampir semua kita pernah melakukannya(salah, lupa, khilaf) sewaktu-waktu. Jadi, berangkat dari fakta kalau semua kita pernah melakukan salah atau khilaf, dan juga pernah lupa, maka akan lebih baik kalau kita memaafkan saja, dengan catatan, kesalahan yang dilakukan dengan atau pun secara sadar, bisa dijadikan pelajaran agar tidak kembali dilakukan nantinya.

Kesadaran tentang diri yang pernah salah, khilaf, dengan sendirinya membuat seseorang tidak serta merta melihat orang lain sebagai pendosa, sampah, lebih hina, dan merasa diri paling benar, paling suci, paling berhak untuk menghakimi, paling berhak untuk masuk surga. Hal seperti ini, tidak boleh terjadi sama sekali.

Akhir kata akhir cerita, menghakimi orang yang berbuat salah dengan kekerasan, pada keadaan tertentu, malah semakin membuka lebar topeng kemunafikan si pelaku kekerasan. Bagaimanapun juga, orang yang berbuat salah punya hak untuk menjelaskan kenapa dia berbuat salah, dan hukum pun, tidak dijatuhkan asal-asalan tanpa bukti yang kuat. Kita pernah salah, jadi kenapa tidak melihat orang yang berbuat salah dengan sedikit lebih bijak?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline