Lihat ke Halaman Asli

Yudha Adi Nugraha

Penggiat Alam Bebas

Menguak Sisi Hukum Open AI dan Chat GPT, Perlindungan Data, Tanggung Jawab Hukum dan Aspek di Indonesia

Diperbarui: 3 Maret 2023   21:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.pexels.com/photo/turned-on-computer-monitor-displaying-text-270360

OpenAI dan ChatGPT adalah dua teknologi yang telah mengubah cara kita berinteraksi dengan komputer dan membuka peluang baru dalam bidang kecerdasan buatan. Namun, seperti teknologi baru lainnya, mereka juga memunculkan pertanyaan hukum tentang bagaimana mereka harus diatur dan diawasi. Di Indonesia, ada beberapa aspek hukum yang perlu diperhatikan dalam penggunaan OpenAI dan ChatGPT.

Pertama-tama, kita perlu mempertimbangkan hak cipta. OpenAI dan ChatGPT menggunakan teknologi pemrosesan bahasa alami dan machine learning untuk menghasilkan teks dan konten baru. Oleh karena itu, ada pertanyaan tentang siapa yang memiliki hak cipta atas teks atau konten yang dihasilkan oleh teknologi tersebut. 

Di Indonesia, hak cipta diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pasal 2 ayat 2 dari undang-undang ini menyatakan bahwa "Pekerjaan yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan dan bukan oleh seseorang atau sekelompok orang tidak dapat diproteksi oleh hak cipta." Oleh karena itu, ada kemungkinan bahwa teks atau konten yang dihasilkan oleh OpenAI atau ChatGPT tidak dilindungi oleh hak cipta.

Kedua, kita perlu mempertimbangkan privasi dan perlindungan data. Dalam penggunaan OpenAI dan ChatGPT, data pengguna dapat dikumpulkan dan digunakan untuk melatih dan meningkatkan teknologi tersebut. Oleh karena itu, ada pertanyaan tentang bagaimana data pengguna harus dilindungi dan diatur. Di Indonesia, perlindungan data diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasal 26 ayat 1 ITE menyatakan bahwa "Setiap orang yang mengelola data elektronik harus menjamin kerahasiaan data tersebut kecuali diizinkan oleh pemilik data." Oleh karena itu, jika OpenAI atau ChatGPT mengumpulkan data pengguna, mereka harus mematuhi ketentuan perlindungan data yang diatur oleh undang-undang.

Ketiga, kita perlu mempertimbangkan tanggung jawab hukum. Jika OpenAI atau ChatGPT digunakan untuk menghasilkan konten atau tindakan yang melanggar hukum atau merugikan pihak lain, siapa yang bertanggung jawab? Di Indonesia, tanggung jawab hukum diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). 

Pasal 16 ITE menyatakan bahwa "Setiap orang bertanggung jawab penuh atas setiap pernyataan yang disampaikan melalui media elektronik yang dapat merugikan orang lain." Oleh karena itu, jika OpenAI atau ChatGPT digunakan untuk membuat pernyataan atau konten yang merugikan orang lain, maka pengguna dan pemilik teknologi tersebut dapat dianggap bertanggung jawab secara hukum.

Keempat, kita perlu mempertimbangkan etika dan moral. OpenAI dan ChatGPT dapat digunakan untuk menghasilkan teks dan konten baru yang mungkin tidak selalu etis atau moral. Oleh karena itu, penting bagi pengguna dan pemilik teknologi tersebut untuk mempertimbangkan dampak etis dan moral dari penggunaan teknologi tersebut. Di Indonesia, etika dan moral diatur dalam berbagai peraturan dan kebijakan, seperti Kode Etik Jurnalistik dan Kode Etik Profesi Teknologi Informasi. Oleh karena itu, jika OpenAI atau ChatGPT digunakan untuk menghasilkan konten atau tindakan yang dianggap tidak etis atau tidak moral, maka pengguna dan pemilik teknologi tersebut dapat terkena kritik dan masalah hukum.

Terakhir, kita perlu mempertimbangkan aspek keamanan siber. OpenAI dan ChatGPT membutuhkan koneksi internet dan pengiriman data untuk beroperasi. Oleh karena itu, ada risiko keamanan siber yang harus diatasi. Di Indonesia, keamanan siber diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasal 30 ITE menyatakan bahwa "Setiap orang dilarang melakukan tindakan yang dapat merusak, mengubah, atau menghilangkan sistem informasi elektronik yang dimiliki oleh orang lain." Oleh karena itu, pengguna dan pemilik teknologi OpenAI dan ChatGPT harus memperhatikan keamanan siber dalam penggunaan teknologi tersebut.

Dalam kesimpulannya, OpenAI dan ChatGPT adalah teknologi yang sangat inovatif dan membuka peluang baru dalam bidang kecerdasan buatan. Namun, seperti teknologi baru lainnya, mereka juga memunculkan pertanyaan hukum yang perlu diperhatikan. Di Indonesia, aspek hukum yang perlu diperhatikan dalam penggunaan OpenAI dan ChatGPT termasuk hak cipta, privasi dan perlindungan data, tanggung jawab hukum, etika dan moral, dan keamanan siber. 

Oleh karena itu, pengguna dan pemilik teknologi tersebut harus mempertimbangkan aspek hukum ini dalam penggunaan teknologi tersebut, agar dapat menghindari masalah hukum dan memastikan bahwa teknologi tersebut digunakan secara bertanggung jawab dan etis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline