Lihat ke Halaman Asli

Tak Mengapa Jika Aku Disebut Pemilih

Diperbarui: 6 Agustus 2020   07:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Koma, (Dokrpi)


Mejalani hidup ditengah-tengah masyarakat pedesaan atau perkampungan tentu berbeda dengan hidup ditengah-tengah masyarakat perkotaan.  Setidaknya harus menyiapkan telinga yang sedikit lebih  tebal agar mampu berpura-pura tak mendengar hal-hal yang seharusnya tidak didengar.

Sudah bukan menjadi rahasia jika segala hal yang kita lakukan  akan di penuhi dengan pujian lengkap dengan segala sindiran dan cibirannya. Berawal dari sebuah keusilan dan kekepoan yang tinggi, hal ini sudah menjadi kebiasaan sebagian masyarakat desa yang terkadang hoby menjadi komentator sekaligus korektor bagi tetangganya. Terlebih jika urusan pekerjaan dan pernikahan.

Berbicara mengenai pernikahan memang tidak akan pernah ada habisnya. Selalu ada  hal-hal receh yang bisa menjadi bahan perbincangan bu ibu yang suka beradu suara dipagi hari. 

Mulai dari membicarakan pasangan yang bahagia, pasangan yang terlihat kurang bahagia, pasangan muda, pasangan tua, terlebih orang-orang yang belum menemukan pasangan jelas menjadi topik khusus sembari memilah dan memilih sayuran pedagang pagi.

Samean kapan (kamu kapan) ? Umure wes akeh lo (Umurnya sudah banyak lo) ? Ngenteni opo maneh (Menunggu apa lagi) ? Ngenteni sopo maneh (Menunggu siapa lagi) ? Ngenteni seng kepiye maneh (Menunggu yang seperti apa lagi) ? Milih seng kepiye (Milih yang bagaimana) ? Ojo kakean milih (Jangan pilih-pilih) ?

Setidaknya itulah segelintir pertanyaan-pertanyaan yang hampir setiap hari melintas dikedua telinga. Terlebih jika musim pernikahan seperti ini. Tentu selain membicarakan mereka yang akan menikah, tidak sedikit orang yang ingin mengorek kisah para singlelillah yang terkadang mereka menyebutnya dengan julukan "Perawan tua atau perjaka tua"

Pernikahan bukanlah satu-satunya hal yang menjadi standar kesuksesan seorang lelaki ataupun wanita. Setiap orang memiliki prioritas masing-masing dan tentunya berbeda-beda, dan satu hal yang terpenting 'tidak ada kata telat dalam pernikahan'. Semua akan menikah dengan orang yang tepat dan diwaktu yang tepat pula.

Beginilah sebuah takdir. Jodoh, pati, rezeki setiap orang tidak ada yang sama. Ada yang berusia 15 th sudah meninggal, diusia 18 th menikah, diusia 20 th sukses berkarir, ada pula yang berusia 30 th belum menikah dll. Itu semua berjalan sesuai kehendak Gusti yang sudah tertulis dan ditetapkan.

Namun tampaknya hal ini begitu kurang disadari oleh sebagian besar orang. Khususnya orang-orang desa. Banyak dari mereka yang menganggap bahwa perempuan diatas usia 20 th belum menikah maka dia layaknya menanggung suatu hal yang hina, julukan 'perawan tua' tengiang dimana-dimana. Terkadang sebutan 'tak laku' juga menjadi pelengkapnya.

Ingat belum menikah bukan berarti tidak laku, hanya saja Allah memang belum mempertemukannya dengan yang terbaik versi Gusti Allah. Terbaik menurut manusia belum tentu terbaik menurut Gusti Allah kan ?

Tak masalah jika terkadang seseorang menyebut kita pemilih.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline