Bertanya "kapan menikah" kepada seseorang yang belum memiliki pendamping hidup memang sah-sah saja, hanya saja pertanyaan simple yang jawabannya cukup membuat otak berfikir itu sedikit mengandung ketidaknyamanan bagi penjawabnya. Seperti sebuah candaan namun menjadi beban.
Maka berhati-hatilah, sebab siapa sangka jika hal yang dianggap sepele itu memungkinkan terjadinya singgungan dan meninggalkan luka dihatinya. Pernikahan merupakan salah satu ketentuan Allah SWT yang tertulis didalam takdir mubram setiap manusia.
Yaitu takdir yang tak dapat dirubah dan tiada satu pun manusia atau makhluk lainnya dapat mengetahui kapan dan dengan siapa ia menikah kecuali sang pencipta. Sama halnya dengan kematian, pernikahan merupakan misteri yang akan datang diwaktu paling tepat, dengan orang yang tepat dan cara yang tepat pula.
Terlepas dari takdir, manusia hanya bisa merencanakan saja, namun keputusan terakhir mutlak berada ditangan yang Maha Kuasa. Menikah adalah bentuk dari penyempurnaan ibadah bagi setiap manusia khususnya umat muslim karena pernikahan adalah ibadah terlama dibanding ibadah-ibadah lainnya.
Sebab pernikahan tidak dilakukan hanya untuk satu dua atau tiga hari saja, akan tetapi sampai maut memisahkan mereka. Untuk itu pernikahan bukanlah perkara siapa yang cepat dia dapat, siapa menang siapa kalah, melainkan suatu ibadah yang harus didasari dengan persiapan-persiapan yang matang sebelumnya. Baik itu persiapan diri ataupun persiapan materi.
Ketika seseorang sudah memutuskan untuk menikah, maka sudah seharusnya ia mau dan mampu menerima segala kelebihan dan kekurangannya, juga menerima segala konsekwensi dan permasalahannya.
Menikah ibarat sepasang kekasih yang sedang mengarungi sebuah kapal perahu untuk menuju dermaga kebahagiaan. Yang tentunya tak hanya melewati dan menikmati pemandangan indah saja, namun tak menutup kemungkinan badai dan bencana akan melanda secara tiba-tiba. Disitulah kesiapan itu dibutuhkan.
Seorang nahkoda rumah tangga yang cerdas, sebelum berlayar ia akan mempersiapkan segala hal yang akan dilakukan dan dibutuhkan ketika kapalnya tertimpa bencana.
Begitupun seorang penumpang yang cerdas, ia juga akan mempersiapkan diri untuk setia mendampingi nahkoda disegala situasi dan kondisi demi terselamatkannya perahu yang mereka tumpangi. Karena tidak sedikit perahu-perahu yang kandas sebelum tiba didermaga yang disebabkan oleh kurangnya persiapan sebelum berlayar.
"Menikahlah karena siap, bukan karena ingin". Begitulah kalimat yang selalu memotivasi diri. Bukan untuk memilah dan memilih pasangan hati, namun untuk lebih memantaskan diri agar siap mendampingi.
Tak hanya laki-laki yang harus mempersiapkan diri agar bisa menghidupi lahir dan batin dengan baik, membekali diri dengan materi untuk masa depan anak dan istri. Namun perempuan pun juga butuh bersiap diri untuk mengabdikan diri dengan sepenuh hati.