Lihat ke Halaman Asli

Tsabitah Haura Rachman

Mahasiswa Rekayasa Nanoteknologi Universitas Airlangga

Bungkamnya Beberapa Korban Pelecehan Seksual Laki-Laki, Apakah Salah Satu Dampak Patriarki?

Diperbarui: 17 Mei 2023   23:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pelecehan seksual telah menjadi isu yang cukup berat baik di Indonesia, maupun dunia. Beratnya bagi beberapa korban untuk mengungkapkan tentang pelecehan yang didapatkannya dan sulitnya untuk mengumpulkan bukti dan saksi membuat pelecehan seksual menjadi kasus yang cukup rumit untuk ditangani. Belum lagi stigma masyarakat yang masih memandang buruk dan menganggap hal tersebut merupakan sebuah aib yang patut untuk disimpan sendiri rapat-rapat.

Sebenarnya, apa itu pelecehan seksual dan mengapa hal ini menjadi isu yang sangat berat untuk dibicarakan?

Menurut PBB, pelecehan seksual mencakup berbagai tindakan yang melanggar hak-hak seksual seseorang, termasuk kekerasan seksual, pemaksaan hubungan seksual, pelecehan verbal, pelecehan online, eksploitasi seksual, dan perlakuan yang merendahkan atau mendiskriminasi seseorang berdasarkan jenis kelamin. Isu ini masih berat bagi sebagian orang untuk dibicarakan karena tekanan sosial yang akan didapat, baik dari beberapa orang yang justru akan menyalahkan korban, rendahnya pendukung korban, ancaman dari pelaku serta ketidakadilan sistemik. 

Di era globalisasi seperti saat ini, sudah cukup banyak korban perempuan yang telah memberanikan dirinya untuk mengungkapkan pelecehan dan kekerasan seksual yang telah dialaminya. Komnas HAM Perempuan serta organisasi hukum yang secara sukarela membantu menegakkan keadilan bagi korban pelecehan seksual lainnya pun telah dibentuk. Lalu, bagaimana dengan korban laki-laki dalam isu ini?

Berdasarkan data dari website yang disediakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (kemenpppa.go.id), terdapat 8.229 kasus pelecehan seksual di Indonesia per 1 Januari 2023 hingga 9 Mei 2023 di mana 1.484 korbannya merupakan laki-laki. Jumlah ini telah termasuk banyak, karena masih ada kemungkinan beberapa korban yang memutuskan untuk tidak melapor. 

Menurut saya, korban laki-laki yang tidak melapor bisa saja jumlahnya lebih banyak. Hal ini dikarenakan para korban untuk dibilang pengecut ataupun lemah apabila terkena pelecehan seksual yang mana hal ini merupakan sebuah bentuk dari toxic masculinity. Toksisitas maskulinitas ini adalah norma-norma dan ekspektasi yang diberikan kepada laki-laki menurut beberapa budaya di suatu lingkungan. Hal ini sering kali memiliki gagasan bahwa laki-laki harus menjadi dominan dan kuat yang mana membuat mereka sulit mengekspresikan emosi, sulit meminta bantuan dan lain-lain. 

Toxic masculinity merupakan salah satu dampak patriarki yang mana menurut saya budayanya di Indonesia masih sangat kuat. Menurut ahli feminis Simone de Beauvoir dalam bukunya “The Second Sex”, patriarki adalah sistem sosial dan budaya yang melibatkan dominasi laki-laki terhadap perempuan yang menimbulkan ketidaksetaraan gender dalam masyarakat. 

Menurut saya, di Indonesia sendiri budaya patriarkinya masih kuat, sehingga beberapa korban laki-laki hanya akan menutup mulut dan menganggap pelecehan atau kekerasan seksual yang dialaminya sebagai sebuah aib. Selain itu, mungkin saja beberapa faktor lain seperti sex education dan awamnya korban terhadap prosedur pelaporan juga mempengaruhi penyebab bungkamnya beberapa korban laki-laki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline