Lihat ke Halaman Asli

Bawang Putih : Pengawet Alami yang Terlupakan

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13571428111602358879

Semakin mewabahnya industri makanan instan menyebabkan perlunya bahan pengawet agar makanan menjadi tahan lama dan masa jualnya lebih lama agar dapat diedarkan seluas mungkin.  Pabrikan makanan tersebut terkadang menggunakan sebuah pengawet buatan seperti Boraks, Formalin, Natrium Benzoat,dsb. Bahan-bahan berbahaya tersebut digunakan dengan maksud meminimalisir pengeluaran dan memaksimalkan pemasukan. Padahal menurut BPOM (Badan Pengawas Obat-Obatan dan Makanan) boraks dan formalin adalah bahan yang dilarang ditambahkan pada pangan, namun jika dilakukan pendataan, penjual yang menggunakan bahan yang dilarang tersebut dalam tahu atau bakso misalnya, telah melebihi 90%.Jika mengingat kembali ajaran ibu atau nenek kita saat pertama kali diajarkan memasak, agar makanan awet dan memiliki flavor tertentu, tambahkan saja bumbu dapur seperti bawang putih. Menurut DR. NL. Ida Soeid, MS., pakar biokimia gizi dan makanan yang baru saja menyelesaikan gelar doktornya dari Institut Pertanian Bogor (IPB) ini, bawang putih terbukti efektif dapat mengawetkan tahu selama 2 hari. Tiap bawang putih per 100 gram mengandung 60,9-67% air, 3,5-7% protein, 0,3% lemak, 24,0-27,4% karbohidrat termasuk serat, 26-28 mg kalsium, 79-109 mg fosfat, 1,4-1,5 mg zat besi, 16-28 mg natrium, 384-377 mg kalium dan beberapa mineral lain dalam jumlah kecil. Beberapa vitamin yang terkandung dalam umbi bawang putih separti thiamin, riboflamin, niasin dan asam askorbat, sedangkan β-karoten yang merupakan bentuk vitamin A dalam bahan nabati sangat kecil jumlahnya. β-karoten lebih banyak dijumpai dalam daun bawang putih (Wibowo, 1994). Liu (2006) menyatakan bahwa, bawang putih mengandung zat kimia antara lain, minyak atsiri, alliin, allicin, enzim allinase dan dialil dilsulfida. Umbi bawang putih mengandung minyak atsiri 0,1-0,5% yang mempunyai unsur utama aliin (S-allyl-L-Cysteine sulfoxide) dan berisi pula diallil disulfida, alil propil disulfida dan senyawa sulfur organik lainnya (Kartasapoetra, 1996). Dilihat dari kandungan kimia bawang putih tersebut, allicin adalah senyawa antimikroba yang sangat peka terhadap bakteri baik gram positif maupun negatif. Allicin (CAS No 539-86-6) ini dianggap sebagai senyawa yang bertanggungjawab mengawetkan makanan. Senyawa dengan nama lain S-Allyl acrylo-1-sulphinothioate; S-prop-2-en-1-yl prop-2-ene-1-sulfinothioate; Allisatin; Allitrid ini pertama kali dilaporkan oleh CJ Cavallito pada tahun 1944, allicin adalah bahan utama yang mengatur  luas spektrum dari aktivitas anti-bakteri dalam bawang putih. Penelitian juga menunjukkan bahwa allicin yang memiliki kepadatan 1.148g/cm3 serta mendidih pada suhu 248.6°C di tekanan 760 mmHg ini berperan menurunkan kolesterol, antipembekuan darah, antihipertensi, antikanker, antioksidan dan antimikroba. Bawang putih segar mengandung enzim yang disebut allinase dan alliin, yang terkandung di bagian berbeda dari tanaman itu. Struktur unik itu dirancang sebagai mekanisme pertahanan terhadap mikroba patogen tanah. Ketika jamur atau patogen tanah lainnya menyerang bawang putih, membran kompartemennya hancur, dan dalam waktu 10 detik, semua alliin akan diubah menjadi senyawa baru yang disebut allicin. Ini adalah senjata yang sangat efisien karena sistem pertahanan bawang putih hanya aktif di lokasi spesifik untuk jangka waktu yang singkat, sedangkan allinase dan alliin lainnya tetap disimpan dalam kompartemen masing-masing dan tersedia untuk serangan mikroba selanjutnya.

1357139910517810910

Struktur kimia Allicin

Allicin yang memiliki rumus kimia C6H10OS2 dapat terbentuk dengan cara menumbuk atau memotong bawang putih karena allicin tidak dapat ditemukan dalam bawang putih segar, dan senyawa ini juga bertanggungjawab atas aroma khas bawang putih.

13571400391693524573

Diagram pembentukan Allicin

DR. NL. Ida Soeid, MS. juga memberi resep cara mengawetkan beberapa makanan. Untuk tahu putih dan kuning yang diawetkan dengan bawang putih, prosedur yang dilakukan antara lain, diambil beberapa siung bawang putih, kemudian digerus. Setelah lembut, kemudian diberi air dan disaring. Air dari bawang putih ini kemudian dituangkan ke dalam air yang dibuat untuk merendam tahu. Bawang putih yang mengandung antimikroba, mampu menjadikan tahu bertahan hingga dua hari juga menjadikan tahu semakin sedap dengan rendaman bawang putih tersebut. Dengan demikian, sebenarnya pemanfaatan bawang putih lebih baik dibandingkan formalin atau boraks. Selain lebih aman dan sesuai dengan perizinan, harga bawang putih per kilo hanya Rp. 15.000,- dimana untuk pengawetan tahu hanya membutuhkan kurang lebih 1 umbi bawang putih untuk mengawetkan satu cetatakan tahu, sedangkan harga formalin Rp. 45.000,- per liternya. Jika para produsen dan konsumen pangan sadar akan bahaya dari bahan terlarang tersebut, sudah tentu mereka seharusnya lebih memilih bawang putih sebagai pengawet. Oleh Andini Prastica (F24125001), Fauziah Fiardilla (F24125002), dan Tsara Amalia (F24125005).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline