Aku terbangun oleh suara anak-anak kecil yang sedang bermain. Suara mereka terdengar merdu di telingaku. Suara tawa yang riang dan bahagia. Suara-suara yang selalu membuatku ingin kembali ke masa kecil. Aku mengenal suara dari salah satu anak. Suara Njas, buah hatiku tercinta. Aku berjalan keluar kamar. Rambutku masih acak-acak-kan. Mukaku terlihat kusam. Mulutku masih bau.
“Ibu….” Anjas berlari kearahku.
Ia memberiku sebuah pelukan. Pelukan yang hangat. Aku tersenyum, kuberi kecupan di keningnya. Kecupan yang tidak sempat kuberikan sebelum ia tertidur semalam. Ada seorang anak kecil yang berlari menyusulnya. Aku tak mengenalinya. Dia menarik tangan Njas, mengajaknya bermain. Anjas melepaskan pelukan di tubuhku.
“Njas main dulu ya bu…” Njas langsung berlari, bermain kejar-kejaran dengan teman barunya.
“Hati-hati Njas, jangan main jauh-jauh…” Ujarku setengah berteriak.
Syukurlah, Njas akhirnya mempunyai seorang teman. Selama ini Njas selalu bermain sendirian. Di kampung ini, anak kecil seumuran Njas memang jarang. Tapi siapakah anak kecil tadi? Aku belum pernah melihatnya sama sekali.
“Baru bangun Mir?”
Aku terkejut mendengar suara ibu. Aku tak menyadari kehadirannya. “Iya bu. Ibu ga jualan?”
“Hari ini libur Mir, Ibu pengen istirahat. Lha kamu gak kerja?”
“Enggak bu, Mirna udah ijin.”
Tadi malam, aku sudah menghubungi emak Ros. Aku meminta ijin selama seminggu. Aku ingin istirahat total dari pekerjaan busukku. Aku ingin menghabiskan waktu dengan keluarga. Apalagi saat ini musim liburan. Aku ingin mengajak Njas dan ibu berlibur.