Aku selalu berharap pagi kan datang lebih cepat. Aku tak begitu suka dengan malam. Malam membuatku sering berhayal, berhayal tentang bintang, bulan dan kegelapan. Tidak begitu dengan pagi. Pagi selalu membuatku tersenyum dengan sinar mentari yang masih malu-malu. Seperti anak kecil yang masih lugu, ketika disapa langsung berlari dan bersembunyi di balik punggung ibunya. Namun tetap menengok, tersenyum mencari perhatian, ingin diajak bermain. Seperti itulah mentari pagi. Kadang sengaja kubiarkan jendela kamarku terbuka, agar ketika aku tidur terlalu larut dan tak sempat menyapa matahari pagi, aku masih bisa merasakan sinarnya. Sinar yang tidak hanya membuat tulangku kuat, pun mampu mengokohkan hati. Pagi selalu menghadirkan semangat, semangat yang sering sirna ketika malam tiba. Pagi memberi suka, menyembuhkan luka yang diberikan malam. Pagi datang dengan harapan, meramaikan hati yang sepi di malam kelam. Semoga pagi ini bukan menjadi pagi yang terakhir. Aku masih ingin bertemu dengan matahari pemalu itu. Aku senang melihatnya tersipu. Begitulah pagi, awal dari semua mimpi. Selamat pagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H