Lihat ke Halaman Asli

Apakah Penjajah Masih Ada Saat Ini?

Diperbarui: 21 Mei 2023   07:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Apakah masih ada penjajah itu saat ini? Bisa bebaskah kita?

Oleh: Try Gunawan Zebua

Gunungsitoli, Minggu, 21 Mei 2023

Kata "penjajah" bagi bangsa kita, apalagi bagi generasi tua adalah pasti bukan merupakan sebuah hal yang asing atau sama sekali baru. Lebih-lebih kepada mereka yang turut serta langsung pada masa perjuangan (memimpin), hanya sekedar membantu memperlancar, bahkan bisa jadi jika kita mendengarkan dari generasi sebelumnya. Bisa sedikit dirasakan aroma menyegat, suara bising maupun menjerit, maupun suhu yang agak memanas. Kendatipun sebenarnya bukan hanya sedikit, melainkan banyak, melimpah hingga tumpah-tumpah (menyengat sekali).

Penjajah adalah orang yang melakukan tindakan menjajah. Sedangkan orang yang di jajah atau mengalami penjajahan disebut sebagai korban jajahan atau penjajahan. Sedangkan orang yang melawan penjajah disebut sebagai pejuang. Pejuang ingin bebas atau merdeka dari tekanan, tuntutan, atau ketegangan, yang ditimbulkan oleh penjajah. Supaya di negeri sendiri tidak merasa takut, was-was, khawatir, dan sebagainya (hal buruk lain), jika mau ke mana saja, melakukan apa saja, maupun berpikir apa saja.

Bagi bangsa kita, penjajahan adalah hal yang biasa, karena bangsa kita itu pernah di jajah termasuk oleh negara lain. Dalam hal pengertian bahwasanya penjajahan oleh bangsa selain bangsa Indonesia. Apakah bangsa itu? Misalnya kita ambil adalah bangsa Belanda dan Jepang. Belanda menjajah bangsa kita ratusan tahun, sedangkan bangsa Jepang menjajah kita bisa dikatakan hanya hitungan tahun. Ada terdengar kabar bahwasanya Belanda itu menjajah lebih baik atau bermanfaat di bandingkan bangsa Jepang.

Kenapa saya mengatakan hal demikian? Itu karena kendatipun saya tidak lahir pada masa itu, tapi saya dengar dari cerita generasi tua dan literatur yang masih tertinggal, termasuk video perjuangan dan penjajahan, bahwasanya Belanda itu kendatipun lama menjajah, memberikan manfaat kepada bangsa kita berupa anak bangsa di sekolahkan bahkan di luar Indonesia. Ada yang mengatakan di sekolahkan  di Jerman dan Belanda, mungkin ada negara lain, tapi hanya itu yang saya dengar. Belum lagi sistem pembelajarannya bagus, yang mungkin saja (tidak pasti) termasuk baik. 

Mungkin makanya dulu negara lain yang datang belajar ke negara kita pada masa itu. Itu karena saya dengar-dengar cerita, saat dulu itu kalau dalam kelas itu, bentuk susunan kursi dan meja berbeda-beda atau diubah bentuknya setiap hari. Sehingga siswa tidak merasa bosan dan jenuh, itu dan itu saja. Bukan bentuk kursi dan meja dalam artian yang kotak jadi kubus, lalu balok, lalu bola, dan sebagainya, tetapi susunannya. 

Ada yang katanya membentuk seperti lingkaran, persegi, segitiga, dan sebagainya. Sehingga siswa dapat langsung melihat temannya dan ketahuan dengan mudah siapa yang mengantuk. Belum lagi, ada yang mengatakan diberikan tanaman atau penghias di dalam kelas, yang bahkan ada yang mengatakan di ubah-ubah tanaman dan susunan tanamannya. Tanaman, apalagi yang berwarna hijau, warna warni, belum lagi yang mengeluarkan aroma sedap, dapat membuat mata cerah, segar, dan ketegangan bisa diturunkan. Itu karena aroma sedap bunga dapat menjadi aroma terapi yang menyegarkan dan merangsang timbul dan bertahannya semangat dalam belajar. 

Kita tidak tahu pasti, itu hanya yang saya dengar saja. Bahkan ada yang mengatakan sistem pendidikan dalam kelas maksimal 10 orang katanya siswa dalam kelas, dimana pada masa sekarang beda jauh yang mana dalam satu kelas bisa jadi lebih dari 50 orang siswa. Atau bahasa kasarnya 1 kelas untuk ditempatkan oleh satu juta siswa. Memangnya kita mau mendidik atau sedang mengeringkan ikan asin. Mau mendidik atau mau membentuk sebuah keluarga besar, apalagi sebuah negara sendiri.

Saya rasa pun terlalu banyak tidak kondusif, apalagi di masa sekarang semakin panas suhu lingkungan, yang mana kita semakin mudah berkeringat. Belum lagi, saling rebutan oksigen diantara jutaan siswa dalam hitungan detik, maupun setiap satu tarikan nafas. Bagaimana bisa nyaman dan maksimal belajar jika seperti itu, ya, sepertinya begitu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline