Lihat ke Halaman Asli

PTUN Memenangkan Reklamasi Pulau G, Bagaimana Nasib Penentangnya?

Diperbarui: 30 Oktober 2016   18:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar : Sriwijaya Aktual

Bagi orang yang masih dalam kubu anti-Reklamasi Teluk Jakarta, tampaknya sudah tidak dapat memiliki argumen yang cukup kuat lagi untuk membatalkannya. Seperti yang anda bisa lihat di sini, PTUN telah memenangkan banding yang dilakukan oleh Ahok dan Presiden Joko Widodo. Kenapa di judul saya tekankan nasib penentang Reklamasi? Karena tentu saja, hukum merupakan satu-satunya argumen mereka yang konklusif dan cukup detail, karena secara hukum, Reklamasi Pulau G memang awalnya dinilai cacat hukum, seperti yang sudah dipopulerkan oleh si Rajawali Kepret, Rizal Ramli. 

Dengan hilangnya support dari PTUN, Kubu Anti-Reklamasi terpaksa harus meninggalkan peluru 'hukum' mereka. Argumen berdasarkan hukum mereka ini adalah suatu hal yang terkadang dilebih-lebihkan dan dipandang nyaris seperti Kitab Suci. Mengapa? Karena bagi kelompok cyber-terrorist mereka, hanya itu satu-satunya yang ahli sosial dan hukum seperti  mereka bisa (dan punya waktu) untuk mengerti, dan seperti saya bilang sebelumnya -- satu-satunya yang valid dan konklusif, di sana ada aturannya, pokoke ada tanda  stop, wes, titik, ndak ada koma. Ndak setuju, Fentung!

Untuk dalam argumen mereka yang lainnya untuk menolak Reklamasi -- lagu lama yang saya dubbingkan sebagai Nelayan-Lingkungan-Nawacita-Banjir, tidak konklusif, dan bahkan cyber-terrorist mereka pun tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk melakukan analisis yang cukup detail. Tidak ada angka jelas, prediksi, dan lainnya, tidak ada so-called riset yang direferensikan oleh mereka untuk dilakukan check dan recheck, bahkan kita tidak tahu 'riset' yang dilakukan ini seperti apa, dipublish di mana, atau cuma riset ecek-ecek yang dilakukan oleh LSM yang terbias? Mengingat LSM seperti Komisi Nelayan yang konsisten melakukan penolakan Reklamasi tiba-tiba peduli soal lingkungan  meskipun lingkungan teluk Jakarta sudah rusak sejak tahun 2000-an, bersikap hati-hati pada LSM yang jelas memiliki bias parah seperti ini adalah tindakan yang bijak. Dan sampai sekarang, saya belum pernah melihat kubu ini melakukan analisis yang komprehensif dan pasti (dengan angka), hanya konsep yang abstrak saja, yang jelas, dalam level Skripsi S-1 saja tidak akan bisa valid atau diterima, tanpa data yang kuat.

Argumen mereka yang lain? Jangan ditanya, dan ini biasanya adalah orang yang sudah jelas menolak Reklamasi karena ini bisa dilakukan untuk amunisi menyerang Ahok, Luhut Binsar, atau Jokowi, orang seperti ini sudah jelas menolak Reklamasi karena alasan politik, bukan alasan Rasional, seperti yang saya sudah jelaskan di artikel sebelumnya, orang-orang di sini adalah sejenis seperti orang yang gagal move-on dari Pilpres dahulu, Patriot palsu dari Institut Nasionalisme Dadakan, dan cyber-camel yang ditimeline Facebooknya mungkin ada banyak tulisan seperti Ganyang Mizonis atau anti-liberal tanpa tahu mereka pun bisa hidup sekarang karena efek liberalisme. Dan argumen seperti ini, saya sudah jelaskan sebelumnya di sini, tidak jauh dari konspirasi China menguasai Jakarta, tampaknya menduduki 500 ha tanah menurut mereka 'menguasai' Jakarta, Cukong, dan punya semacam fetish dengan kata-kata asing dan aseng.

Untuk yang pertama masih dapat diladeni, sementara yang kedua, orang yang mengakui dirinya berpendidikan dan punya self-respect dan bergelar dalam dirinya, seharusnya sudah sadar bahwa hal seperti itu bukanlah hal yang bisa dijadikan materi diskusi yang umum dan terhormat. 

Maka dari itu, marilah kita melihat reaksi dari mereka yang menentang Reklamasi Pulau G, apakah mereka akan jadi orang kalah yang terhormat dan mengikuti dasar pikiran  mereka sebelumnya yang berkoar-koar soal hukum, seperti demo yang dilakukan Mahasiswa UI kemarin dan opini cyber-terrorist mereka, atau jadi pecundang tanpa harga diri yang menghina PTUN atau mencari alasan untuk menutupi kesalahan mereka? By the way, saya sebagai orang yang cenderung praktikal, saya tidak masalah mereka mengatakan PTUN salah dalam hal ini, karena memang dari awalnya menurut saya, Manfaat dari Reklamasi dapat memenuhi syarat eksepsi hukum yang berlaku. Faktanya, memang tidak sehat memandang hukum itu sebagai konsep yang hitam-putih dengan berlebihan.

Entah bagaimanakah nasib penentang project besar ini mulai sekarang? Apakah mereka akan mengupdate argumen mereka menjadi lebih berbobot, atau tetap akan mengotori sosmed dengan half-baked argument mereka?

Hanya Tuhan yang tahu saja.

Salam,

Neo (30/10/2016)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline