Lihat ke Halaman Asli

Perempuan

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Apa sih kodrat perempuan? Apa defenisi kodrat? Siapa yang membuat kodrat? Kalau mengingat pertanyaan-pertanyaan di atas, jadi teringat kisruh rumah tangga dua orang musisi nomor wahid negeri ini yang saban hari melintas di televisi dan koran empat tahun lalu. Musisi tersebut adalah Ahmad Dhani dan Maia Estianty.

Entahlah, karena kesibukannya, suami meminta istri agar pulang ke rumah, mengurus anak-anak dan melayani suami. Pendeknya, sesuai dengan kodratnya jadi istri yang soleha dan berbakti kepada suami. Si istri berontak, karir menyanyinya sedang bangkit-bangkitnya saat itu. Kalau tak salah, sampai saat ini karirnya juga masih mentereng meskipun sudah berganti teman duet.

Dua alinea di atas adalah pembuka tulisan ini. Jadi, kembali lagi ke pertanyaan tentang kodrat yang disebutkan di awal tulisan. Apa sih kodrat perempuan? Jadi istri? Jadi ibu? Jadi pembantu rumah tangga? Jadi sekretaris? Jadi artis, jadi anggota girl band yang lagi hot-hotnya itu? Jadi presiden? Jadi nakerwan (TKW) atau sekalian jadi pelacur?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi online edisi tahun 2008, ada tiga pengertian kodrat yang disebutkan yaitu kekuasaan Tuhan, hukum alam dan sifat asli/sifat bawaan. Jika merujuk pada tiga pengertian diatas, maka kodrat adalah keadaan yang diberikan oleh Tuhan kepada mahluk hidup yang sebenarnya tidak bisa ditolak oleh siapapun juga.

Berangkat dari pengertian tersebut, ada kesimpulan yang bisa saya tarik secara pribadi bahwa kodrat perempuan berkaitan dengan organ-organ reproduksi mereka yang spesifik, seperti menstruasi, hamil, menyusui, dan melahirkan. Organ-organ reproduksi ini (sesuai tiga pengertian di dalam KBBI) lahir karena kuasa Tuhan, sudah hukum alam dan juga merupakan sifat asli/sifat bawaan. Masa ia sih, laki-laki punya vagina. Kuasa Tuhan sudah memberikan laki-laki penis.

Kembali ke menstruasi, hamil, menyusui dan melahirkan, sudah jelas kalau hanya perempuan yang bisa melakukan keempat aktivitas ini karena berhubungan dengan fungsi reproduksi perempuan yakni payudara dan rahim. Di luar itu? Mari kita simak kisah berikut.

Suatu hari seorang mahasiswi selesai mengikuti mata kuliah Telaah Prosa yang saat itu membahas novel Sula (Toni Morrison). Si mahasiswi marah kepada teman kuliahnya yang berkelamin laki-laki. Si laki-laki protes dengan gerakan feminis sekarang ini. Si laki-laki bilang, perempuan sudah melupakan kodratnya sebagai ibu rumah tangga. Harusnya perempuan bertanggungjawab atas tugas-tugas rumah seperti membersihkan rumah, memasak, mengurus anak hingga melayani suami. Aduh!.

Kisah berikut terjadi saat Pemilu legislatif April 2009 lalu. Waktu itu teman saya yang berkelamin perempuan menjadi caleg di dapil yang sekitar 150 km dari Medan, tempat tinggalnya. Temanku sudah punya cowok (pacar). Maklumlah, sebagai caleg, teman saya ini sering ikut pertemuan partai dan bolak-balik Medan-dapil tempatnya bertarung. Pacarnya mengeluh beberapa kali kepadaku. Katanya begini: "dia sekarang susah diajak ketemu" (dalam hatiku: iyalah, orang dia jadi caleg), "dia lebih mentingkan partai daripada dirinya" (dalam hatiku: jealous aja, nggak pernah dimasakin lagi mi instan rebus) dan bilang juga begini "sudahlah, ngapain jadi caleg-caleg. Itu urusan laki-laki. Mana mungkinlah bisa menang". Bah!

Jadi bagaimana ini? Kita harus jujur, sekarang ini ada rahasia Tuhan yang tak terbantahkan soal fungsi reproduksi perempuan ini. Kalau menyebut ada pembelokan, bisa jadi seperti itu. Disebut takdir atau kuasa Tuhan bisa juga. Bahwa payudara dan rahim tidak menjadi jaminan bahwa perempuan wajib untuk hamil dan menyusui anak.

Perempuan berhak untuk memilih apakah dia ingin memiliki anak atau tidak. Perempuan juga berhak memilih apakah dia ingin menyusui anaknya sendiri atau tidak. Kenyataan menunjukkan, memiliki rahim tidak menjamin seorang perempuan bisa hamil. Memiliki payudara juga tidak jaminan perempuan bisa menyusui anaknya. Temanku yang jadi caleg itu punya sepupu yang sudah memliki satu anak justru tak punya ASI. Sejak bayinya lahir, susu kaleng juga yang diberikan. Sungguh, inilah rahasia Tuhan itu.

Ada pepatah Jawa yang berkata (maaf sebelumnya) perempuan adalah kanca wingking (teman di belakang) yang pekerjaanya hanya macak, manak, lan masak (berdandan, beranak, dan memasak). Lebih parah lagi, perempuan dianggap sebagai makhluk yang sangat tergantung kepada laki-laki, sesuai dengan pepatah "suarga nunut neraka katut" (jika suami masuk surga, istri ikut; jika suami masuk neraka, istri ikut pula). Wah wah wah.

Hidup adalah pilihan. Jadi perempuan berhak memilih untuk melakukan atau tidak tugas rumah tangga 
seperti membersihkan rumah, memasak atau mengurus anak-anak. Sejatinya itu (tugas rumah tangga)
bukan kodrat perempuan. Untuk membersihkan rumah, memasak dan mengurus anak, perempuan
tidak perlu mempergunakan alat repoduksinya kan? Membersihkan rumah kan pakai sapu, pakai kain pel
atau vacum cleaner. Memasak sudah pasti memakai kuali, periuk ataupun kompor. Mengurus anak?
Masa iya sih pakai alat reproduksi? (hehehehe).
Jadi, jika memang demikian, laki-laki yang sebenarnya tidak memiliki payudara dan rahim pun pasti 
bisa melakukannya (tugas rumah tangga) bukan? Selamat Hari Perempuan Sedunia 2012.



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline