[caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="Ilustrasi (Kurator) / sejarahsemarang.wordpress.com"][/caption]
Kota Semarang terdiri dari 16 kecamatan. Dan salah satunya adalah kecamatan Tugurejo. Uniknya di kecamatan ini terdapat candi peninggalan di jaman kuno, yaitu Candi Tugurejo. Jika dilihat dari prasasti yang ada di situ terlihat ada tulisan bahasa Belanda menandakan tahun 1938. Dan di candi itu juga mengalami pemugaran tahun 1984-1985 dan dibuat mirip dengan Candi Gedong Songo.
Menurut penuturan warga sekitar di tugu candi ini konon adalah tapal batas antara kerajaan Majapahit dan kerajaan Pajajaran. Entah benar atau tidak penulis mengiyakan saja penuturan warga tersebut, karena penulis juga bukan pakar sejarah atau arkeolog.
Candi Tugurejo memiliki dua gapura atau dua pintu masuk. Dan di samping kanan kiri terdapat relief yang menyimbolkan sosok perempuan dan sosok brahmana. Di sekitar candi yang paling bawah terdapat ruang yang nampaknya dapat digunakan untuk semedi. Dan menurut penuturan warga ada juga orang dari luar wilayah kecamatan Tugurejo yang melakukan ritual ibadah di candi itu. Candi Tugurejo berbeda dengan Pura Giri Natha yang ada di wilayah Lempong Sari. Kalau Pura Giri Natha lebih sering digunakan ibadah oleh warga Semarang yang beragama Hindu.
Dan faktanya di sekitar wilayah Candi Tugurejo ini malah banyak yang menganut agama Islam, bahkan ada yang mendirikan pondok pesantren di wilayah kecamatan Tugurejo.
Untuk dapat menuju lokasi Candi Tugurejo dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi. Dan masuk wilayah ini tidak dipungut biaya sepeser pun. Kalau sekedar ingin melepas penat dan foto bersama di sekitar candi boleh-boleh saja yang penting tidak diperkenankan corat coret atau melakukan perusakan terhadap bangunan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H