Lihat ke Halaman Asli

Hari Raya

Diperbarui: 5 Februari 2019   12:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sejak SD hingga SMA saya belajar di sekolah Katolik yang mayoritas siswanya adalah orang-orang Chinese. Saat itu sekolah-sekolah terbaik memang hanya dikelola oleh Yayasan Katolik. Berada dan berbaur dengan kawan-kawan Chinese membuat kami terbiasa saling mengunjungi saat hari raya keagamaan. Ritual yang tetap berlangsung bahkan ketika kami sudah menyelesaikan pendidikan. 

Pada hari raya Lebaran, rumah saya menjadi tempat berkumpul kawan-kawan Chinese.  Menikmati hidangan Lebaran seperti ketupat, lontong, buras, dan lappa-lappa. Lauk pauknya opor ayam, coto, sayur lodeh, ayam gorenag, sambal goreng hati kentang, daging toppa lada. Kue besarnya lapis Surabaya, spekoek, ontbijtkoek, napolitan, dan kue mokka. Kue kecilnya nastar, spekulas, janhagel, kaasstengels, katetong, sultana, kecipot, dan langkoseng. Minumannya lemonade. Semua hidangan kecuali lemonade adalah home-made yang dikerjakan sejak hari pertama puasa. Untuk menikmati semua jenis hidangan, kawan-kawan saya hadir sejak pagi hingga sore hari.

Demikian halnya saat Imlek. Mulai hari pertama Imlek hingga Cap Go Meh, kami sudah membuat kelompok berkunjung ke rumah-rumah kawan di Pecinan, sejak pagi hingga malam hari. Masuk keluar klenteng menyaksikan ritual Imlek. 

Hidangan Imlek berupa kombinasi hidangan Chinese dan peranakan. Karena banyak tamu Muslim, tuan rumah selalu menyediakan makanan halal. Misalnya selalu ada sup hisit, abalone, teripang dan juga pallubasa. Permen dan buah jeruk yang segar untuk cuci mulut.  Kue keranjang goreng berbalut wijen dihidangkan panas. Yang paling saya senangi adalah lumpia yang tidak digoreng. 

Baik saat Lebaran atau Imlek, sejak pagi hari pintu-pintu rumah sudah terbuka menyambut tamu. Tak ada istilah pengumuman open-house, karena hari raya  memang adalah waktu untuk menerima tamu. Tuan rumah dengan ramah selalu duduk dekat pintu rumah menanti tamu-tamu yang berdatangan. Melayani makan, minum, dan bercerita dengan wajah sumringah. Banyak tamu banyak rejeki.  Demikian setiap tahun terjadi. Walau hari raya menyisakan kelelahan tetapi selalu terasa menggembirakan. 

Beberapa tahun terakhir ada gejala yang berbeda. Bisnis yang membesar dan anak-anak penerus generasi tak tertarik lagi dengan ritual silahturahim. Tamu yang datang berbondong-bondong terasa menakutkan bagi generasi yang menghabiskan sekolah di luar negeri. Mereka tak mengenal dan alergi dengan jumlah manusia yang banyak. 

Kita hanya bisa berkunjung bersilahturahmi bila tuan rumah mengumumkan open-house. Bukan hal yang aneh saat berkunjung di hari raya, tuan rumah ternyata sedang liburan di hotel untuk istirahat. Kita akhirnya menjadi ragu untuk berkunjung. Jangan sampai tuan rumah tak ada. Tak semua orang Timur nyaman dengan cara Barat yang mewajibkan memberi informasi saat ingin berkunjung. Terasa aneh, bersilahturahim di hari raya harus minta izin! 

Menurunnya minat silahturahim membuat hidangan-hidangan hari raya sering hanya dinikmati oleh orang rumah sendiri. Misalnya kue-kue hidangan Idul Fitri yang tak habis hingga saat Lebaran haji. Atau kue Imlek yang tetap ada walau ritual Cap Go Meh telah berlalu. Penentuan hidangan hari raya tidak lagi berdasarkan apa yang disukai oleh tamu, tetapi apa yang disukai oleh tuan rumah. Bukan tamu yang akan menikmati hidangan hari raya, melainkan tamu. Hampir tak ada lagi  acara menyiapkan hidangan home-made. Toples-toples dan kotak kue menunjukkan merk produk penjual yang dihidangkan ala kadar. Kita hampir tak lagi menemukan menu ciri khas keluarga tertentu. Meminjam istilah sahabat Chinese saya, semua produk impor. 

Seiring waktu, makna hari raya berevolusi. Walau demikian, setiap komunitas selalu merindukan kehadirannya. Menjadi waktu jeda setelah bekerja keras sepanjang tahun. Gong Die Fat Choi. Selamat Hari Raya Imlek. Semoga musim semi memberi panen yang berlimpah bagi kita semua. Amin! 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline