Lihat ke Halaman Asli

Bertugas di Pulau Kayuadi Kabupaten Kepulauan Selayar

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1334920615569335926

Mendebarkan! Begitu rasanya saat mendapat tugas mengawas ujian nasional yang berlangsung tanggal 16-19 April 2012, di SMAN I Takabonerate. Mendebarkan karena membayangkan tentang taman nasional yang digandrungi para penyelam internasional. Mendebarkan mengingat mimik mereka yang mengkerut mendengar wilayah daerah tertinggal yang hanya bisa ditempuh dengan kapal-kapal kecil dalam waktu yang sangat lama. Mendebarkan karena wilayah ini baru diterjang puting beliung. Mendebarkan karena semua petugas di wilayah ini akan diasuransi dengan alasan resiko perjalanan yang sangat besar. Dengan berbagai resiko itu, saya mengajak ibu Suryanti yang orang Selayar untuk pulang kampung menemani saya.

1334921359400513092

Saat saya menghubungi Bpk. Mursalim untuk tolong memesan kamar di kapal yang akan membawa saya ke Pulau Kayuadi lokasi SMAN I Takabonerate, jawaban dari staf SMA yang sedang di Selayar cukup menenangkan. Tak ada kamar tersedia di kapal, tetapi dijamin penumpang akan beristirahat dengan baik. Saya berangkat 13 April 2012 dan tiba di Pelabuhan Pammatata Selayar setelah melalui jalan darat selama sembilan jam dari Makassar ke Pelabuhan BIra Bulukumba dan dilanjutkan dengan feri Bonto Haru. Tidak ada angkutan kota di pelabuhan, sehingga semua penumpang harus meminta dijemput oleh keluarga untuk menuju kota. Kami

1334921624656719595

dijemput oleh keluarga ibu Suryanti untuk istirahat di Desa Kohala semalam. Keesokan pagi 14 April 2012 berangkat dari Pelabuhan Benteng menuju Pulau Kayuadi di Selatan Pulau Selayar. Saat-saat yang mendebarkan dimulai.

Kapal motor kayu yang akan ke Pulau Kayuadi telah penuh sesak saat kami tiba di Pelabuhan Benteng. Tak nampak ada ruang yang memungkinkan untuk tambahan penumpang, tetapi tetap masih ada penumpang yang berdatangan naik kek kapal. Bpk. Rauf yang mengatur perjalanan kami meminta saya dan ibu Suryanti naik saja. Kalau kapal sudah berlayar, akan terasa longgar dengan sendirinya. Kapal motor ini sebenarnya untuk angkutan barang saja, tetapi karena masyarakat pulau tak punya pilihan lain, mereka terpaksa naik angkutan ini. Kapal memuat 75 orang dewasa ditambah beberapa anak kecil, serta barang kebutuhan sehari-hari dan sepeda motor. Bibir kapal agak merapat dengan permukaan air karena beratnya angkutan.

Cuaca nampak cerah, walau sesekali terasa gerimis. Permukaan laut nampak tenang. Saya mengingat nasehat seorang teman untuk jangan pernah terkebur saat berada di lautan. Dengan bermohon perlindungan dan berserah ke Allah SWT, saya berangkat ke Pulau Kayuadi. Angin sepoi dan laut yang tenang memberi kesempatan penumpang menikmati pemandangan indah sepanjang perjalanan seperti pasir-pasir putih, warna hijau pirus air laut serta ikan terbang yang melompat ke permukaan air. Suasana mulai berubah saat kapal tiba di selat kecil antara Pulau Selayar dengan Pulau Tambolongan dan Polassi. Pertemuan air pasang, kedalaman laut yang berbeda dan arus yang kuat muali membuat kapal oleng ke kiri ke kanan hingga 20 derajat. Ombak yang keras dan tinggi menghantam kapal dari depan memasuki anjungan kapal. Muka para penumpang nampak tegang, walau mereka masih menghibur diri bahwa ini adalah hal yang biasa. Kapal semakin berjalan lambat. Rencana enam jam berubah menjadi sembilan jam. Penumpang bersyukur laut di Pelabuhan Bonelambere dan Tunggara belum surut, sehingga kapal bisa merapat. Di dermaga Tunggara yang gelap gulita, kami dijemput kepala sekolah SMAN I Takabonerate Bpk. Mursalim.

1334921933923223642

Adalah hal yang mengagumkan berada di SMAN I Takabonerate. Disini tidak ada kendaraan roda empat selain sebuah ambulans dan sebuah mobil pick up kecil angkutan barang. Kendaraan yang umum adlah sepeda dan sepeda motor.Walau demikian, terlihat guru-guru muda yang melek teknologi sangat bergairah mengabdi di pulau terpencil ini. Apreasi yang diberikan oleh pemerintah kepada merteka cukup memadai. Selain gaji, setiap guru mendapat tunjangan kemahalan satu bulan gaji. 35% guru yang memiliki sertifikat guru, juga sudah mendapat tunjangan profesi. Alam yang kaya dengan potensi laut membuat mereka tidak kesusahan untuk konsumsi sehari-hari, sehingga mereka bisa menabung untuk keperluan masa depan. Sekedar diketahui bahwa wilayah ini adalah penghasil produk laut kelas I seperti ikan sunu, cakalang, kakap, baronang, katamba, lobster, ikan pari, lobster, kima, teripang, bulu babi, cumi-cumi dan banyak lagi. Hasil laut ini selain merajai restoran sea food di Makassar dan Bali, juga diekspor ke Singapura dan Hongkong.

1334922198203010604

Zaenab seorang murid kelas 2 SMA yang lincah tidak menampilkan diri sebagai orang yang hidup di pulau terpencil. DIa bangga sebagai anak nelayan, sangat cerdas dan selalu ingin belajar. Guru dan murid disini sama-sama tampil sebagai orang terpelajar. Saat berkomunikasi dengan mereka, terasa keinginan untuk memajukan wilayah ini. Pasangan guru bpk Awal dan ibu Reni yang juga pengusaha karamba lobster misalnya ingin sekali melakukan budi daya lobster, tetapi mereka terhambat dengan teknologi karena tidak ada yang membimbing. Sekiranya Unhas bersedia menjadikan wilayah ini sebagai laboratorium penelitian bagi mahasiswa, mereka akan menerima dengan senang hati, dengan harapan generasi muda mereka akan memiliki minat terhadap bidang kelautan dan perikanan. Pada merekalah diharapkan wilayah ini bisa dimanfaatkan dandipelihara dengan cara yang benar. Sebuah harapan yang sederhana tapi mulia.

13349224471147165928




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline