Lihat ke Halaman Asli

TRIYANTO

Mahasiswa_Universitas Mercubuana

TB01_Dialektis Jagat Gumelar, Jagat Gumulung Menghasilkan Buwono Langgeng untuk Audit Kepatuhan Pajak Warga Negara

Diperbarui: 19 April 2024   02:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dialektis Jagat Gumelar (Makrokosmos) , Jagat Gumulung (Mikrokosmos)

Konsep ketuhanan biasanya disajikan sebagai diagram segitiga dimana tuhan dipuncak tertinggi adalah pemilik dan pengontrol keseimbangan kosmik alam semesta. Sedangkan, dua titik pararel berisi alam semesta dan sesama manusia.

Dalam diagram ini manusia secarfa pribadi  dihadirkan pada posisi tengah yaitu pada garis horizontal antara alam semesta dan manusia di sekitarnya. Namun kontek manusia yang tertulis juga tegak lurus dengan konteks tuhan. Rencana ketuhanan ini membawa pesan tersirat bahwa manusia memiliki tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan antara makrokosmos dan mikrokosmos. 

Dalam sekala kecil seseorang diharapkan mampu menjaga buhungan baik dengan orang-orang didekatnya maupun orang-orang di sekitar nya. Hubungan harmonis tersebut membawa manfaat positif bagi kehidupan manusia yang dapat mengiringi fenomena alam. 

Dalam skala lebih besar manusia diharapkan mampu menjaga hubungan yang dinamis dengan penciptanya dan alam semesta ini. Keseimbangan makrokosmos dan mikrokosmos yang berhasil mendorong perdamaian dan keharmonisan dalam siklus kehidupan.

Dalam kasana filsafat timur, khususnya dalam tatanan yang dianut orang jawa dikenal pula dengan  konsep kosmologi, keharmonisan roda makrokosmik dan mikrokosmik bergantung pada manusia sebagai pelaku dalam tatanan kehidupan, orang jawa menyebut makrokosmos dengan jagad gede artinya alam semesta dan mikrokosmos jagad cilik artinya manusia. 

Dialam semesta kecil manusia memiliki dua aspek yaitu eksternal dan internal, manusia diharapkan mampu mengendalikan emosi dan keinginanya untuk menjernihkan fikiran dan berhubungan kembali dengan sang penciptanya. Mencapai kesatuan dena sang pencipta berarti memperjuangkan keteraturan yaitu keselarasan dengan alam semesta.

Orang jawa memiliki kemampuan luar biasa  untuk mengamati dan beradaptasi dengan berbagai fenomena alam. Kemampuan ini dicapai dengan ketajaman indra dan pengalaman spiritual mereka berbagai gagasan untuk menghubungkan koneksi mikrokosmik dan makrokosmik telah melahirkan tindakan dan pandangan hidup yang selalu aplikatif dalam kehidupan sehari -- hari. Ciri budaya jawa yang paling menonjol adalah segala sesuatu yang di uangkapkan dengan lambang tertentu, hal ini di sebabkan karena orang jawa pada masa itu belum terbiasa berfikir secara abstrak sehingga gagasan dinyatakan sebagai simbol -- simbol yang konkrit, jadi semuanya bisa menjadi misteri karena simbol bisa diartikan lebih dari satu makna. Konsep

Jagat gumelar bisa disebut juga alam semesta, bisa disebut juga sebagai jagad gede atau jagad besar, bisa diistiliahkan juga dengan daya pikir. Sedangkan, Jagad Gumulung bisa disebut juga jagad cilik dan juga bisa disebut hati sanubari. Jadi, manusia diciptakan oleh Allah sebagai seorang khalifah memang banyak sekali kelebihan yang telah diberikan tuhan kepada kita semua, namun kebanyakan kita belum mengetahuinya. Karena hakikat hidup berkembang mengikuti qodrat dan iramanya masing -- masing. Perjalanan manusia banyak yang salah paham, banyak fitnah dan menuduh yang bukan- bukan disaat kita ingin menemukan jatidiri kita sebenarnya.

Filosofi pada kiblat papat lima pancer

Konsep lingkaran mandala mengandung pandangan jawa tentang tempat manusia dalam mikrokosmos yang melingkar, mandala adalah lingkaran kesempurnaan, keseimbangan dan keteraturan yang memberi energi untuk menciptakan harmoni. Persatuan dalam lingkaran mandala muncul dari perbedaan, dan perbedaan harus diupayakan sebagai keseimbangan dan keharmonisan hidup melalui pengendalian diri. Inti mandala terletak pada bentuk keterampilan dan sikap manusia dalam mengelolah konflik antar komponenya. Kiblat papat lima pancer sebagai filosofi jawa merupakan perwujudan dari konsep mandala, pandangan ini juga dikenal sebagai dunia waktu yang berarti penggolongan empat dimensi spesial yang dicirikan oleh empat arah pusat dangan satu pusat. Ini mengacu pada kesadaran manusia akan hubungan yang tidak terpisahkan antara dirinya dan alam semesta. Konsep ini menyatakan bahwa manusia pada dasarnya manusia dilahirkan dengan keinginan yang berasala dari dalam dirinya. Berdasarakan pada kiblat papat lima pancer, nafsu yang merupakan dasar fitrah manusia dapat dibedakan menjadi 4 arah utama yaitu, aluwamah, Supiyah, Amarah dan Mutmainah Dari empat bentuk nafsu manusia hanya saatu yang berakhlak mulia yaitu mutmainah, sedangkan tiga lainnya bersifat negatif. Namun seseorang dapat mengembangkan keseimbangan dengan cara tertentu. Ke 4 unsur tersebut merupakan dasar dari mikrokosmos yang hanya dapat diatasi oleh bakat pribadi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline