Lihat ke Halaman Asli

Triworo Ardhaniswari

Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Jakarta

Gap Year adalah Tahun Kegagalan, Valid atau Hanya Asumsi?

Diperbarui: 5 Juni 2023   13:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Stereotip masyakarat Indonesia yang menganggap bahwa siswa yang mengambil keputusan untuk Gap Year setelah menyelesaikan pendidikan SMA adalah siswa yang gagal masuk perguruan tinggi negeri sangat melekat bahkan dapat diartikan hal tersebut menjadi aib keluarga yang perlu dihindari. 

Tidak jarang para orang tua lebih memilih perguruan swasta dari pada harus menanggung malu anaknya mengambil kesempatan Gap Year.

Fenomena Gap Year muncul pertama kali di Jerman sebelum perang dunia pertama. Pemuda Jerman saat itu memilih untuk istirahat dari dunia pendidikan dan memutuskan keliling Eropa untuk mencari jati diri dan memperbanyak pengalaman untuk membentuk prinsip hidup mereka. 

Gap Year dapat didefinisikan sebagai suatu periode waktu yang bertujuan mengambil jeda dari aktivitas akademik formal sebelum ke jenjang yang lebih tinggi. 

Dalam prakteknya, Gap Year identik dengan siswa menengah atas sebelum mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Namun Gap Year dapat dilakukan saat di sela-sela tahun perkuliahan, maupun saat usai kuliah dan akan memasuki dunia kerja. 

Manfaat Gap Year sangat signifikan jika dilakukan dengan adanya tujuan yang jelas dan konsisten. Gap Year dapat dimanfaatkan dengan cara belajar berbagai bahasa di dunia, mencari bakat terpendam dan mengembangkan minat, berpartisipasi di berbagai aktifitas sosial, mengambil kursus spesifik, hingga menemukan arah tujuan hidup. 

Program ini sangat berpotensi lebih mengenal diri sendiri dan berguna untuk menentukan arah karir kalian kedepannya. Hal ini telah dibuktikan oleh tokoh inspiratif terkemuka di Indonesia yaitu Maudy Ayunda. Sosok perempuan cerdas yang telah membuka mata masyarakat Indonesia bahwa pendidikan sangat penting ini ternyata juga pernah merasakan Gap Year setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA. 

Dengan kecerdasan yang ia miliki yaitu pencapaiannya diterima di salah satu jajaran perguruan tinggi dunia saat itu yaitu Colombia University tidak menggoyahkan keputusan Maudy untuk menaati perkataan orang tua dengan mengambil jeda sejenak dalam bidang akademik. Maudy Ayunda menuturkan bahwa setelah mengambil program Gap Year, ia lebih mengenal diri seutuhnya dan memahami tujuan utamanya dalam hidup. 

Sosok panutan ini menjadi contoh bahwa Gap Year tidak selalu lekat dengan citra kegagalan seseorang, namun fase emas seseorang dalam mengenali lebih dalam tentang tujuan mereka untuk hidup, menyusun ulang rencana besar dan memberikan kesempatan individu untuk terus mengeksplorasi lebih luas minat dan pengetahuan mereka. 

Seharusnya pemerintah dapat ikut andil dalam merubah stereotip  tentang Gap Year yang sangat lekat dari istilah kegagalan menjadi sebuah program yang positif melalui keterlibatan Kementrian Pendidikan, Kebudayaaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang memberikan penyuluhan bahwa program Gap Year memang tidak seburuk yang dipikirkan oleh sebagian besar masyarakat. 

Pendidikan Indonesia akan berkembang lebih maju dan pesat apabila setiap siswa memahami secara penuh tujuan mereka dalam hidup dan salah satu sarana untuk mencapai tujuan tersebut adalah mengambil kesempatan gap year yang terencana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline