Lihat ke Halaman Asli

Renungan Bhagavatam: Dewi Gangga Dan Para Vasu, Berbeda Paham Karena Berbeda Program yang Ditanamkan

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13118185021058179700

Ada seorang raja agung di bumi bernama Mahabhishak. Sang raja pernah ke istana Dewa Indra untuk mendapat penghargaan. Kala itu Dewi Gangga, seorang bidadari datang ke istana dan terpesona oleh ketampanan sang raja. Indra berkata, " Sesungguhnya kamu seorang penghuni kahyangan, akan tetapi kamu menyenangi wajah manusia. Oleh karena itu kamu harus lahir ke dunia dan menjadi pasangan raja ini dalam kelahiran berikutnya." Dalam kegalauan hatinya, Dewi Gangga berjumpa dengan delapan Vasu, delapan dewa yang mewakili unsur-unsur alam. Mereka adalah Agni-api, Prithvi-bumi, Vayu-angin, Antariksha-atmosfir, Aditya-Surya, Dyaus-langit (kadang disebut Prabhasa-fajar), Chandra-Bulan, Nakstrani-bintang-bintang (kadang disebut Dhruva-bintang kutub). Mereka berkata bahwa mereka dikutuk Resi Vasistha sehingga mereka harus lahir di bumi. Para Vasu sedang menikmati perjalanan di hutan, kala istri Dyaus melihat seekor sapi yang sangat elok. Sang istri membujuk Dyaus, suaminya untuk mencurinya dengan bantuan Raja Prithu. Ketujuh Vasu yang lain tidak mengingatkan dan membiarkan saja terjadinya pencurian tersebut. Akan tetapi sapi tersebut ternyata milik Resi Vasistha, dan sang resi tahu bahwa para Vasu telah mencuri sapinya. Kedelapan Vasu kemudian dikutuk harus lahir ke dunia. Para Vasu kemudian mohon maaf dan Resi Vasistha meringankan kutukannya. Tujuh dari Vasu akan bebas dari kelahiran di bumi dalam tahun kelahirannya, sedangkan Vasu Dyaus harus menerima hukuman penuh dan dia di bumi akan disebut Dewabrata, bhakti seorang dewa. Brata bisa berarti bhakti atau janji. Kesalahan 7 Vasu adalah mengetahui pencurian sapi, tetapi tidak mengingatkan dan membiarkan Vasu Dyaus mencurinya. Kesalahan tersebut dapat diperingan sehingga setelah kelahiran di bumi, pada tahun itu juga bisa kembali ke kahyangan. Sedangkan kesalahan Vasu Dyaus adalah mencuri sapi dengan mengikuti keinginan isterinyanya. Sehingga Vasu Dyaus dihukum harus hidupa di bumi sebagai manusia sampai meninggalnya. Para Vasu minta tolong kepada Dewi Gangga, "Bunda Mandakini, mohon melakukan tindakan kebaikan kepada kami. Kami mohon dilahirkan sebagai putramu, akan tetapi kami ngeri memikirkan untuk hidup di dalam dunia. Oleh karena itu, buang kami ke sungai Gangga, setelah Bunda melahirkan kami. Tindakan tersebut akan membuat kami memenuhi kutukan yang telah diberikan kepada kami. Dewi Gangga menyetujui permintaan para Vasu. Demikianlah kepiawaian Bhagawan Abyasa dalam mendongengkan kisah-kisah ilahi. Sang Bhagawan sudah menceritakan kisah Raja Prithu Yang Agung dengan Bunda Bumi yang berwujud sapi. Raja Prithu berhasil memakmurkan bumi bagi penduduk dunia, sehingga Bunda Bumi disebut sebagai putri Prithu, Prthvi, Ibu Pertiwi. Kemudian Sang Bhagawan juga sudah menceritakan tentang sapi milik Resi Vasistha yang membuat Raja Kausika berubah hidupnya, menjadi seorang rajarishi dan bahkan akhirnya menjadi Brahmarishi bergelar Resi Wiswamitra. Dan kini, Sang Bhagawan menghubungkan kisah Resi Vasistha dengan sapinya dengan Raja Prithu dan kelahiran Dewabrata. Dan tetap saja Sang Bhagawan bercerita bahwa Air adalah sumber kehidupan semua makhluk di dunia. Dikisahkan Raja Mahabhishak lahir lagi sebagai Prabu Santanu, salah seorang raja generasi ke sembilan belas dari Dinasti Bharata. Prabu Santanu kawin dengan Dewi Gangga dengan perjanjian bahwa sang raja tidak akan mempertanyakan apa yang dilakukan Dewi Gangga terhadap putra-putranya. Sebanyak tujuh putra lahir dari Dewi Gangga yang kemudian dilemparkan ke sungai. Pada waktu Dewi Gangga melahirkan anak kedelapan, Prabu Santanu, tidak kuat menahan diri, melihat kekejaman istrinya dan bertanya, mengapa hal tersebut dilakukan. Dewi Gangga kemudian menyampaikan kisah para Vasu yang minta tolong kepada dirinya agar mereka tidak usah berlama-lama hidup di dunia. Bayi kedelapan tidak dibuang ke sungai dan harus hidup di dunia dan diberi nama Dewabrata. Kemudian oleh karena Prabu Santanu telah ingkar janji kepada Dewi Gangga, maka dia kembali ke kahyangan meninggalkan sang raja beserta putranya. Sang raja sangat sedih ditinggalkan sang bidadari yang kembali ke surga. Dia sering menggendong sang putra berjalan-jalan di Sungai Gangga. Prabu Santanu tidak bisa memahami mengapa seorang anak yang dilahirkan Dewi Gangga harus dibuang ke sungai. Kejadian tersebut seakan diulangi dalam kisah Nabi Musa dalam mengikuti Nabi Khidir. Musa telah berjanji tidak akan bertanya tentang tindakan yang diambil oleh Nabi Khidir. Nabi Khidir akhirnya menjelaskan kepada Nabi Musa bahwa dia menghancurkan perahu yang mereka tumpangi karena perahu itu dimiliki oleh seorang yang miskin dan di daerah itu tinggal seorang raja yang suka merampas perahu miliki rakyatnya. Kemudian, Nabi Khidir menjelaskan bahwa dia membunuh seorang anak karena kedua orang tuanya adalah pasangan yang beriman dan jika anak ini menjadi dewasa dapat mendorong bapak dan ibunya menjadi orang yang sesat dan kufur. Kematian anak ini digantikan dengan anak yang shalih dan lebih mengasihi kedua bapak-ibunya. Dalam kejadian yang ketiga, Nabi Khidir menjelaskan bahwa rumah yang dindingnya diperbaiki itu adalah milik dua orang kakak beradik yatim yang tinggal di kota tersebut. Didalam rumah tersebut tersimpan harta benda warisan mereka berdua. Ayah kedua kakak beradik ini telah meninggal dunia dan merupakan seorang yang shalih. Jika tembok rumah tersebut runtuh, maka harta yang tersimpan tersebut akan ditemukan oleh orang-orang di kota itu sedangkan kedua kakak beradik tersebut masih terlalu kecil untuk mengelola peninggalan harta ayahnya. Bhagawan Abyasa memberi pelajaran bahwa kita harus menghargai pendapat orang lain. Karena mungkin saja ada alasan tepat dibalik tindakan seseorang yang tidak dapat diterima oleh akal kita. Sesungguhnya setiap anak manusia lahir dengan sifat genetik yang diwarisi dari para leluhurnya. Kemudian dia mendapat pengetahuan kebenaran dari orang tua, pendidikan, lingkungan dan pengalaman. Sehingga apa yang dianggap benar oleh seseorang adalah kebenaran menurut kerangka pikirannya yang terbentuk karena mendapatkan informasi secara repetitif dan intensif. Beda orang tua, beda pendidikan, beda lingkungan akan membuat pemahaman mengenai kebenaran yang berbeda. Setelah hal tersebut disadari, maka seseorang akan dapat menghormati keyakinan orang lain. Akan tetapi pengetahuan tersebut juga bisa disalahgunakan, sehingga seseorang bisa membina anak sejak dini secara repetitif-intensif mengenai apa yang benar dan apa yang tidak, sehingga sang anak menganggap bahwa yang tidak sama pemahaman dengannya sebagai kafir yang harus diperangi........ Dalam buku "Tetap Waras di Jaman Edan, Visi Ronggowarsito Bagi Orang Modern" disampaikan........ Kepatuhan buta terhadap programming dapat membuat manusia menjadi mesin, persis seperti robot, membuat kita menjadi komputer. Program yang diberikan dapat menentukan setiap tindakan, ucapan, pikiran, perasaan dalam diri kita. Komputerisasi umat manusia sudah terjadi sejak ribuan tahun yang lalu. Mereka yang berkuasa, mereka yang menjadi pemimpin, mereka yang berada pada pucuk pemerintahan telah melakukan programming. Tentu saja, programming ini harus menguntungkan mereka, kita hidup dalam ketidaksadaran. Sepertinya dibawah pengaruh hipnotis massa. Tindakan, ucapan, pikiran bahkan perasaan kita pun sesuai dengan programming yang telah diberikan kepada kita.......... Dalam buku "Menemukan Jati Diri I Ching Bagi Orang Modern" disampaikan........ Masalah terbesar yang dihadapi oleh bangsa kita bukan masalah agama. Tetapi masalah conditioning, masalah programming. Dan, masalah ini pula yang dihadapi oleh setiap bangsa, oleh seluruh umat manusia.  Kita sudah terkondisi, terprogram untuk mempercayai hal-hal tertentu. Padahal kepercayaan harus berkembang sesuai dengan kesadaran kita. Jika terjadi peningkatan kesadaran , maka kepercayaan pun harus ditingkatkan. Seorang anak kecil mempercayai ibunya. Menjelang usia remaja, ia mulai mempercayai para sahabatnya, pacarnya. Kalau sudah bekerja, ia akan mulai mempercayai rekan kerjanya.  Bersama usia dan pengalaman hidup , kepercayaan dia pun berkembang terus. Ia bahkan mulai mempercayai berita di koran. Ia akan mempercayai siaran radio dan televisi. Kepercayaan yang berkembang terus ini sangat indah. Kepercayaan yang berkembang terus itu membuktikan bahwa kesadaran anda sedang meningkat. Sampai pada suatu ketika, anda akan mempercayai Keberadaan. Pada saat itu, kepercayaan anda baru bisa disebut "spiritual"........ Dalam buku "Menemukan Jati Diri I Ching Bagi Orang Modern" juga disampaikan bahwa....... Seorang anak kecil di bawah usia lima tahun memperoleh conditioning dari orang tua, mendapatkan programming dari masyarakat. Lalu, berdasarkan conditioning dan programming yang diperolehnya ia menjadi Hindu atau Muslim atau Kristen atau Katolik atau buddhis, atau entah apa. Ia mulai melihat Kebenaran dari satu sisi, dan seumur hidup ia melihat Kebenaran dari satu sisi saja. Kebiasaan dia melihat Kebenaran dari satu sisi ini yang berbahaya.  Dan, karena kebiasaan ini ditanamkan lewat conditioning agama, solusinya harus lewat agama pula. Seseorang yang bisa menerima setiap agama sebagai jalan sah menuju Tuhan telah terbebaskan dari conditioning. Sekarang, ia bisa menerima Kebenaran seutuhnya. Pandangan dia sudah mengalami perluasan. Telah terjadi revolusi dalam dirinya. Membebaskan diri dari conditioning agama juga tidak berarti bahwa anda melepaskan agama. Kenapa dilepaskan kalau agama itu memang merupakan jalan menuju Tuhan? Kenapa pula mempertahankannya  kalau sudah sampai tujuan? Tiba-tiba kita akan memiliki wawasan baru tentang jalan dan tujuan, tentang agama dan Tuhan. Orang-orang yang berwawasan baru inilah yang kita butuhkan. Sekali lagi deconditioning agama hanyalah sarana. Tujuannya adalah revolusi diri, kelahiran manusia baru. Dan manusia baru yang didambakan itu tidak akan lahir dari universitas yang berkiblat pada salah satu agama. Ia tidak akan menjadi alumni salah satu universitas. Ia akan  berkiblat pada universe - pada semesta! la akan menjadi alumni universe - alumni semesta! Biarkan terjadi revolusi dalam diri kita. Biarkan kepercayaan kita berkembang. Biarkan kesadaran kita meningkat......... Dalam buku "Dari Syari'at Menuju Mohabbat, Sebuah Dialog" disampaikan........ Kebiasaan menerima "kebenaran siap-saji" dapat disalahgunakan oleh penguasa, oleh imam agama apa saja. Kemudian, manusia menjadi robot. Ia dapat "disetel", dapat "diprogram", dapat diarahkan untuk berbuat sesuai dengan program yang diberikan kepadanya......... Ini yang dilakukan oleh "para otak teroris". Lewat lembaga-lembaga pendidikan agama yang mereka gelar di mana-mana, sesungguhnya mereka memprogram otak-otak yang masih segar, dan mematikan kemampuannya untuk ber-ijtihad. Kemudian, dengan sangat mudah mereka memasukkan program Jihad versi mereka". Dan terciptalah sekian banyak pelaku bom bunuh diri yang siap membunuh siapa saja yang menurut programming mereka bertentangan dengan agama, dengan syariat, dengan apa yang mereka anggap "satu-satunya kebenaran"........ Demikian beberapa pandangan Bapak Anand Krishna untuk meningkatkan kesadaran bangsa. Sayang ada beberapa kelompok orang yang tidak suka dan ingin mendiskreditkan namanya. Silakan lihat...... http://www.freeanandkrishna.com/in/ Dikisahkan pada suatu saat Prabu Santanu jatuh cinta kepada seorang putri nelayan bernama Dewi Durgandini. Dewi Durgandini yang telah berputra Abyasa atas perkawinan sebelumnya dengan Resi Parasara, hanya mau kawin dengan Prabu Santanu, apabila putra yang dilahirkannya kelak menjadi putra mahkota. Prabu Sentanu sangat bingung, yang berhak menjadi putra mahkota adalah Dewabrata, kalaupun Dewabrata bersedia mengalah, maka anak keturunan Dewabrata tetap akan menuntut haknya, dan akan terjadi perang saudara pada Dinasti Bharata. Dewabrata adalah seorang putra yang berjiwa besar dan demi  kecintaan Dewabrata terhadap negara Hastina, agar tidak terjadi perang saudara di kemudian hari, Dewabrata bersumpah tidak akan kawin selama hidupnya. Sumpah pengorbanan Dewabrata tersebut membuat Dewabrata kemudian disebut Bhisma, yang (bersumpah) mengerikan. Pengorbanan Bhisma yang begitu besar meningkatkan spiritualnya, sehingga dia diberi anugerah untuk menentukan kapan saatnya meninggalkan jasadnya di dunia di kemudian hari. Bagi Bhisma pengabdian dan bhaktinya hanya untuk Ibu Pertiwi, untuk Hastina. Bhisma tidak melarikan diri ke puncak gunung sebagai pertapa. Dharma bhaktinya adalah mempersatukan negara. Perkawinan Dewi Durgandini dengan Prabu Sentanu melahirkan dua orang putra, Citragada dan Wicitrawirya. Citragada seorang yang sakti, akan tetapi sombong dan akhirnya mati sebelum kawin. Wicitrawirya seorang yang lemah dan diperkirakan akan kalah dalam sayembara untuk mendapatkan seorang putri raja. Ketika Raja Kasi mengadakan sayembara bagi tiga putrinya, demi pengabdian kepada kerajaan Hastina, Bhisma ikut bertanding, menang dan memboyong ketiga putri untuk diberikan kepada Wicitrawirya. Dewi Ambalika dan Dewi Ambika menerima kondisi tersebut, akan tetapi Dewi Amba menolak, Dewi Amba hanya mau kawin dengan Bhisma. Bhisma mengatakan bahwa dirinya telah bersumpah tidak akan kawin demi keutuhan Hastina. Bhisma menakut-nakuti Dewi Amba dengan anak panah yang secara tidak sengaja terlepas dan membunuh Dewi Amba. Bhisma tertegun, demi Hastina tanpa sengaja dia telah membunuh seorang putri, Bhisma sadar dia pun harus terbunuh oleh seorang putri juga nantinya. Pengabdian Bhisma rupanya hampir sia-sia, karena Wicitrawirya pun meninggal sebelum memberikan putra. Akhirnya Abyasa putera Durgandini dengan Resi Parasara diminta Dewi Durgandini menikahi Dewi Ambalika dan Dewi Ambika. Abyasa patuh terhadap ibunya walau tidak ikhlas memperistri mereka. Abyasa membuat dirinya berwajah mengerikan, sehingga ketika berhubungan suami istri Dewi Ambalika menutup mata, dan lahirlah Destarastra yang buta. Sedangkan Dewi Amba melengoskan leher dan pucat pasi melihat wajah Abyasa yang mengerikan, sehingga lahirlah Pandu yang 'tengeng', lehernya miring dan pucat. Resi Shukabrahma mengakhiri kisah tentang kelahiran Bhisma kepada Parikesit. Dan Parikesit menjadi jelas dengan peran Bhisma Yang Agung, leluhurnya yang berjuang untuk  mempersatukan negara Hastina sampai titik darah yang penghabisan......... Situs artikel terkait http://www.oneearthmedia.net/ind/ http://triwidodo.wordpress.com http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo http://www.kompasiana.com/triwidodo http://twitter.com/#!/triwidodo3 Juli 2011 Numpang Promo: Manusia tidak berubah, tetapi cara kita memahami kejiwaannya berubah. Psikologi konvensional Freudian yang banyak dipakai para motivator kontemporer dari Covey hingga Hicks ternyata tidak membantu memperindah dunia ini. Para ilmuwan modern seperti Ken Wilber mulai menengok ke belakang dan mempelajari kembali pandangan-pandangan Wiliam James dan Aurobindo, maka ilmu psikologi pun memasuki level baru, yaitu Transpersonal Psikologi yang sekarang sudah diakui oleh Inggris maupun AS. Berarti selama 100 tahun lebih kita menyalahpahami jiwa manusia. Dengan hasil yang sangat berbahaya, yaitu solusi-solusi kita pun salah. Dalam waktu dekat kita akan memulai program online baru, yang bahkan akan memasuki level transpersonal yang lebih advance, yaitu "Spiritual Transpersonal Psychology". Silakan mampir ke http://oeschool.org/e-learning/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline