Lihat ke Halaman Asli

Renungan Bhagavatam: Parashurama Avatara, Memimpin Perubahan Dalam Pembersihan Adharma

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13111822232039636171

Renuka adalah istri dari Resi Jamadagni, Resi Besar dari Dinasi Bhrigu. Renuka mempunyai putra empat orang akan tetapi kesemuanya tidak mempunyai karakter kesatria. Padahal Satyawati, ibu mertuanya menceritakan bahwa salah seorang putranya akan mempunyai karakter seorang kesatria sejati. Pada saat Renuka mengandung calon putra yang kelima, para resi datang menyampaikan berita bahwa putranya akan menjadi brahmana yang bersifat kesatria dan akan membersihkan dunia dari para kesatria yang telah berkubang dalam tindakan adharma. Pada saat itu para kesatria yang menjadi penguasa yang seharusnya melindungi rakyat, malah menindas rakyatnya. Akhirnya putra kelima lahir diberi nama Rama, yang bermakna Dia Yang Berada di Mana-Mana. Setelah besar dia dikenal sebagai Parashurama, karena dia bersenjatakan "parashu", kapak. Dia juga dikenal sebagai Rama Barghava karena merupakan keturunan dari Dinasti Bhrigu. Sejak kecil sudah diramalkan para resi bahwa dia adalah avatara, Sang Pemelihara Alam yang mewujud untuk menegakkan dharma. Dunia selalu berubah dan Sang Pemelihara Alam juga mengubah wujudnya dalam menegakkan dharma. Dia mewujud sebagai ikan, binatang air - Matsya Avatara, sebagai kura-kura, binatang amphibi - Kurma Avatara, dan mewujud sebagai celeng raksasa, binatang berkaki empat - Varaha Avatara. Kemudian mewujud sebagai setengah binatang dan setengah manusia - Narasimha Avatara. Selanjutnya Sang Pemelihara Alam mewujud sebagai Brahmana pada waktu menjadi Vamana Avatara. Kemudian kala mewujud sebagai Parashurama adalah sebagai Brahmana dengan karakter kesatria. Nantinya Sang Pemelihara Alam akan mewujud sebagai kesatria untuk menegakkan dharma sebagai Rama dan Krishna. Dan kemudian sebagai Buddha yang lahir sebagai kesatria tetapi kemudianmenjadi brahmana......... Perkembangan terus-menerus itulah hukum alam. Orang yang ingin bertahan dengan dogma-dogma lama untuk menunjukkan konsistensi diri, sesungguhnya berada pada posisi yang salah. Kenapa orang yang seperti itu berada pada posisi yang salah? Karena, perubahan adalah hukum alam. Sementara mereka yang fanatik terhadap dogma-dogma, dan tidak memahami nilai-nilai luhur di baliknya, terperangkap oleh ego mereka sendiri. Ego yang ingin membuktikan dirinya konsisten. Dalam buku "Be The Change, Mahatma Gandhi's Top 10 Fundamentals For Changing The World", Anand Krishna, PT Gramedia Pustaka Utama, 2008 disampaikan....... Konsistensi dianggap nilai-nilai luhur, padahal tidak demikian. Apa yang konsisten di dalam dunia ini? Apa yang konsisten dalam diri kita? Setiap beberapa tahun, bahkan seluruh sel di dalam tubuh kita berubah total. Dari zaman ke zaman, ajaran-ajaran luhur pun perlu dimaknai kembali, dikonstektualkan. Kebiasaan-kebiasaan lama mesti diuji terus apakah masih relevan, masih sesuai dengan perkembangan zaman. Ah, tapi kita malas. Kita tidak mau berijtihad, tak mau berupaya, lalu menerima saja apa yang disuapkan kepada kita. Padahal kitab-kitab suci pun melarang kita mengikuti seseorang secara membabibuta, walaupun orang itu rahib atau mengaku sebagai agamawan atau rohaniwan.......... Dikisahkan ada seorang raja sakti mandraguna dari kerajaan Hehaya yang beribukota di Mahismati bernama Kartawiryarjuna atau Sahasrarjuna. Karta wiryarjuna sakti, karena mendapatkan anugerah kesaktian dari Dattatreya yang merupakan "Amsa" dari Wisnu. Dikenal sebagai Sahasrarjuna, oleh karena kesaktiannya dia dianggap mempunyai "sahasrara", seribu lengan. Para leluhur kita menyebutnya Harjuna Sasrabahu dari istana Maespati. Pada suatu hari raja Kartawirya dijamu air susu oleh Resi Jamadagni, dan sesampai di istana dia mengutus pasukannya untuk mengambil paksa sapi Jamadagni yang menghasilkan susu yang nikmat tersebut. Parasurama yang mendengar hal tersebut langsung membawa kapaknya dan membunuh sang raja serta para prajurit yang melindunginya. Resi Jamadagni berkata pada Parashurama, "Putraku, tindakanmu akan disalahpahami sebagai seorang yang telengas, mudah membunuh. Padahal aku tahu alasanmu. Seorang raja yang sering melakukan kejahatan besar, kalau dibiarkan hidup terlalu lama, maka  perbuatannya akan semakin parah.  Dan, dalam kehidupan mendatang dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, sehingga hidupnya akan sangat sengsara.  Pembunuhan yang kaulakukan adalah pembunuhan penuh kasih. Agar hutang sang penjahat sudah terbayar dengan kematiannya di dunia. Selain itu dengan  dibunuhnya para raja yang jahat, maka masyarakat yakin adanya keadilan, bahwa kejahatan apa pun akan dikalahkan. Pandangan hidupmu akan sering disalahpahami. Bahkan mungkin saja kau punya alasan sendiri yang tidak kuketahui. Karena kau adalah Sang Pemelihara Alam yang mewujud untuk menegakkan dharma." Resi Jamadagni kemudian minta agar Parasurama melakukan ziarah ke semua sungai suci selama satu tahun. Dan, selesai mengadakan tirtayatra tersebut dia pun pulang ke rumah. Renuka, ibu Parashurama  pada suatu hari mengambil air di sungai dan dia melihat gandharwa Citrasena yang sangat tampan sedang bermain air dengan isterinya. Renuka terpesona sampai agak lama berada di sungai. Sepanjang jalan dalam pikirannya hanya terbayang ketampanan sang gandharwa.  Penyebab keterlambatan Renuka pulang ke rumah diketahui oleh Resi Jamadagni. Resi Jamadagni ingin segala sesuatu segera diselesaikan di kehidupan ini. Obsesi yang tidak selesai di dunia ini akan menyebabkan seseorang lahir lagi untuk mengejar obsesi tersebut......... Resi Jamadagni segera menyuruh putra-putranya untuk membunuh Renuka, ibunya. Dan semua putranya ragu-ragu untuk melaksanakannya. Kemudian Resi Jamadagni berpaling ke Parashurama, "Parasurama bunuh ibumu dan saudara-saudaramu semuanya." Dan, Parasurama melakukannya dengan patuh........ Resi Jamadagni kemudian berkata, "Aku senang kau patuh padaku dan yakin pada kebijaksanaan ayahandamu. Sekarang kau minta anugerah apa pun kau akan kuberi." Parashurama menjawab, "Ayahanda aku minta anugerah untuk menghidupkan mereka semuanya dan begitu mereka bangun mereka lupa tentang apa yang telah terjadi." Resi Jamadagni menyetujui dan ibu serta saudara-saudara Parashurama hidup lagi dan lupa dengan peristiwa yang baru saja terjadi.......... Pada suatu ketika, saat Parashurama bersama saudara-saudaranya ke hutan, para putra Kartawiryarjuna membunuh Resi Jamadagni dan kemudian kabur.  Mengetahui hal tersebut Parashurama membunuh semua putra-putra Kartawiryarjuna dan setelah itu mulai membinasakan seluruh kesatria. Semua raja dan kesatria di dunia dibunuh olehnya dan konon dia berkeliling dunia selama duapuluh satu kali. Dan, darah para raja dan kesatria dikumpulkan pada lima danau yang disebut Samantapancaka yang terletak di dekat padang Kurukshetra yang nantinya akan menjadi medan pertempuran Bharatayuda. Ada sebuah legenda yang menyatakan bahwa Parashurama berniat menemui Shiwa, akan tetapi jalannya dihadang oleh Ganesha. Parashurama melemparkan kapaknya  ke arah Ganesha, dan Ganesha setelah tahu bahwa kapak tersebut adalah pemberian Shiwa, ayahnya maka dia membiarkan salah satu taringnya patah terkena kapak tersebut. Parwati, ibu Ganesha marah dan mengutuk bahwa Parashurama tidak akan pernah puas membunuh para kesatria, selalu haus darah para kesatria. Kemudian Shiwa keluar dan menenangkan Parwati. Parashurama kemudian mohon maaf kepada mereka semua dan menghadiahkan kapaknya kepada Ganesha, sehingga kita sampai saat ini melihat arca Ganesha dengan salah satu taring patah dan memegang kapak keilahian. Meskipun jumlah kesatria yang mati dibunuh Parasurama tidak terhitung banyaknya, namun tetap saja masih ada yang tersisa hidup. Di antaranya adalah para kesatria dari Dinasti Surya yang berkuasa di Kerajaan Ayodhya. Salah seorang keturunan dinasti tersebut adalah Sri Rama, putra Dasarata. Parashurama mendatangi istana Mithila untuk menantang Sri Rama yang telah berhasil mematahkan busur Shiwa dan berhak memperistri Dewi Sita. Sri Rama dengan kelembutan hatinya berhasil meredakan kemarahan Parasurama yang kemudian kembali pulang ke pertapaannya. Ini merupakan peristiwa bertemunya sesama Avatara Pemelihara Alam. Peran Parashurama sebagai Avatara Wisnu pun telah berakhir dan dia sebagai hidup Chiranjiwin, yang dikaruniai umur panjang dan akan muncul kemudian pada kisah Mahabharata. Parashurama memimpin perubahan dalam dunia, dia berdiri di depan dan sering disalahpahami. Dalam diri manusia juga ada potensi Parashurama, ketegasan dia terhadap adharma perlu dibangkitkan. Ketegasan untuk menaklukkan ego, sang raja lalim dalam diri, yang mau menang sendiri. Parashurama perlu diteladani, bagaimana dia berada di depan untuk mengubah diri. Dalam buku "Be The Change, Mahatma Gandhi's Top 10 Fundamentals For Changing The World", Anand Krishna, PT Gramedia Pustaka Utama, 2008 disampaikan....... Perubahan mesti dimulai dari diri sendiri. Jangan mengharapkan perubahan dari dunia luar. Jangan menunda perubahan diri hingga dunia berbeda. Coba perhatikan, dunia ini senantiasa berubah. Kalau kita tidak ikut berubah, kita menciptakan konflik antara diri kita dan dunia ini. Pengotakan manusia berdasarkan suku, ras, agama, kepercayaan dan lain sebagainya lahir dari pikiran yang masih belum dewasa. Pikiran yang masih hidup dalam masa lampau, masih sangat regional atau parsial, belum universal. Pikiran seperti inilah yang telah mengacaukan negeri kita saat ini. Kita hidup dalam kepicikan pikiran kita, dalam kotak-kotak kecil pemikiran kita, tetapi ingin menguasai seluruh Nusantara, bahkan kalau bisa seluruh dunia. Jelas tidak bisa. Kita masih hidup dengan ego kita, keangkuhan dan arogansi kita, kebencian dan amarah kita, kelemahan dan kekerasan hati kita. Dengan jiwa yang masih kotor itu, kita memperoleh kekuasaan, kedudukan, dan harta, maka jelaslah kita menghalalkan segala macam cara. Berubahlah. Bila ingin menjadi pemimpin, ubahlah sikap dari penguasa menjadi pelayan. Bila masih belum mampu mengendalikan diri sendiri, jangan berharap dapat mengendalikan keadaan di luar diri.......... Demikian pandangan Bapak Anand Krishna agar kita mau mengubah diri ke arah kebaikan tanpa menunggu masyarakat. Sayang pandangan Bapak Anand Krishna tersebut kurang disukai oleh beberapa kelompok yang tidak senang terhadap perubahan. Silakan lihat...... http://www.freeanandkrishna.com/in/ Perubahan dalam masyarakat pun selalu terjadi. Dalam buku "A New Christ, Jesus: The Man and His Works, Wallace D Wattles, Re-editing. Terjemahan Bebas, dan Catatan oleh Anand Krishna", Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010 disampaikan........ Tuhan Maha Hadir, dan Maha Kuasa adanya; Kehadiran-Nya dalam diri manusia dapat dirasakan lewat inteligensia atau kesadaran tertinggi yang dimilikinya. Kehadiran-Nya di alam semesta dapat dirasakan lewat Roh atau Energi; Jati diri manusia yang sesungguhnya bersifat ilahi; Pikiran manusia yang terilhami oleh kesadaran tertinggi atau kesadaran murni/ilahi adalah kekuatan positif yang dapat digunakan untuk kebaikan. Segala macam penyakit pada dasarnya berasal dari pikiran yang tidak benar atau kacau; Dengan menenangkan pikiran atau berpikir yang baik, penyakit-penyakit itu dapat disembuhkan....... Pada dasarnya, persis seperti nama gerakan itu sendiri (New Thought atau Pemikiran Baru), para penganutnya menempatkan "pikiran" di atas segalanya. Gerakan itu juga sangat terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran Ralph Waldo Emerson (Filosof Amerika, 1803-1882), Helena Petrovna Blavatsky (Spiritualis, lahir di Rusia, 1831¬1891), Ramakrishna Paramhansa (Mistik asal India, 1836-1886), William James (Psikolog asal Amerika, 1842-1910), dan Vivekananda (Spiritualis dari India, 1863-1902). Bapak Psikologi Modern, Freud dan Jung, adalah saudara sepupu New Thought Movement. "Pikiran" masih menjadi tema sentral mereka. Keadaan ini akan mulai berubah sekitar tahun 1960-an ketika Barat mulai sadar bila pikiran bukanlah segalanya. Berpikir tentang pikiran melulu membuat mereka sangat kering. Oleh sebab itu, dari ketidakpuasan New Thought itulah lahir gerakan baru, the New Age Movement - Gerakan Zaman Baru. Dari alam pikir, mereka mulai bergeser ke alam emosi. Dengan demikian, mereka menjadi sedikit berlembab. Di zaman Wattles, perubahan atau peralihan dari pikiran ke emosi belum terjadi. Kendati demikian, dari ayat-ayat yang dikutipnya dalam dua buku yang telah kita baca, menjadi jelas bila Wattles memahami "pikiran" atau mind saja tidak cukup......... Banyak orang bicara tentang New Age. Tentang Zaman Baru. Akan tetapi Bapak Anand Krishna bicara tentang New-Humanity - Kemanusiaan Baru. Manusia Baru! Dalam buku "Fear Management, Mengelola Ketakutan, Memacu Evolusi Diri", Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2007 disampaikan......... Man berarti "manusia". Age berarti "usia", dan ment mengindikasikan adanya "proses". Management berarti Proses Peng-"usia"-an atau Pendewasaan Manusia. Jika age diartikan sebagai "zaman", dapat diartikan sebagai Proses Penyelarasan Manusia dengan Zaman......... Dunia kita terbagi dalam dua kelompok besar. Kelompok yang malas dan mengharapkan perubahan dan kelompok yang rajin dan mengakibatkan terjadinya perubahan. Celakanya, kelompok pertama selalu mayoritas. Dominasi mereka tak pernah surut. Banyaknya jumlah pemalas itu telah mempengaruhi seluruh budaya kita. Lebih banyak di antara kita yang "berharap" daripada yang bekerja untuk mewujudkan harapan itu. Para New-Agers adalah kelompok yang paling malas. Dari sebutan New-Agers itu sendiri kita bisa lihat bahwa mereka tergantung pada "age", pada zaman, pada masa, pada sesuatu yang baru, yang didatangkan oleh zaman baru. Mereka belum paham bahwa pembaharuan itu mesti terjadi dari diri sendiri. New-Age tidak berarti apa-apa jika manusia tidak menjadi "Neo", "Baru"........... Dalam buku "Isa Hidup dan Ajaran Sang Masiha", Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2005 disampaikan.......... Istilah "New-Age" bukanlah sebuah istilah baru. Dari dulu pun mereka sudah menunggu-nunggu kedatangan zaman baru. Dan rupanya apa yang ditunggu-tunggu itu tidak pernah datang. Jawaban Yesus itu indah sekali, manis sekali - sarat dengan makna. "yang kau tunggu-tunggu itu sebetulnya tidak perlu ditunggui lagi, yang kau cari itu, sebenarnya sudah ada dalam dirimu." Tidak perlu menunggu sampai terjadinya perubahan zaman atau milenium. Ubahlah dirimu, pandanganmu - perubahan itu yang penting. Apabila Anda tidak mengubah diri, Yesus dan Muhammad dan Krishna dan Siddharta akan melewati Anda begitu saja. Jiwa Anda tidak akan tersentuh sama sekali........... Situs artikel terkait http://www.oneearthmedia.net/ind/ http://triwidodo.wordpress.com http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo http://www.kompasiana.com/triwidodo http://twitter.com/#!/triwidodo3 Juli 2011 Numpang Promo: Setelah program online di Svarnadvipa Institute of Integral Studies ( http://svarnadvipa.org ) yang dimulai Februari 2011, kini One Earth Integral Education Foundation  akan memulai program e-learning. Program online baru "Online Spiritual Transpersonal Psychology". Akan dimulai paling lambat tgl 1 September 2011. Program dan pembahasan bilingual. Ada 12 materi biweekly/dua mingguan. Kualifikasi minimal S1. Usia tidak terbatas. Siapa saja boleh ikut. Biaya untuk program 12 lesson Rp 720,000. Pendaftaran terakhir tgl 15 Agustus 2011. Mereka yang mendaftar sebelum tanggal 7 Agustusi dan sudah melunasi, mendapatkan early bird discount dan hanya membayar Rp 540,000. Contact Person: Triwidodo, HP; 081326127289 email tdjokorahardjo@yahoo.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline