Lihat ke Halaman Asli

Konflik Ego dan Kedamaian Transpersonal dari Ki Ageng Suryomentaram, Maslow ke Anand Krishna

Diperbarui: 18 Juni 2015   04:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14067877821583878387

Hidup dikendalikan oleh panca indera atau mengendalikan panca indera?

“Dasharatha adalah Ayahmu! Ia memiliki dasha atau ‘sepuluh’ ratha, atau kereta perang di bawah perintahnya. Yang dimaksud di sini adalah kereta-kereta dari indera serta organ-organ indera Anda sebagaimana telah dibahas sebelumnya. Inilah potensi Anda. Anda bisa memerintah mereka. Anda bisa mengendalikan mereka. Dengan membiarkan diri Anda terkendalikan oleh mereka, maka sesungguhnya Anda tidak menggunakan potensi Anda sama sekali.” Terjemahan bebas dari (Krishna, Anand. (2010). The Hanuman Factor, Life Lessons from the Most Successful Spiritual CEO. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

“Kramadangsa” pemikiran Ki Ageng Suryomentaram

Sejak masih bayi, kita mencatat apa saja yang berhubungan dengan diri kita. Ki Ageng mengatakan tugas juru catat itu seperti tanaman yang hanya bisa mencatat, tidak bisa bergerak bebas. Di luar diri otak mencatat dengan bantuan panca indera sedangkan di dalam diri otak mencatat dengan rasa (organ-organ panca indera yang berkaitan dengan pikiran). Catatan yang jumlahnya berjuta-juta tersebut seperti hidupnya hewan. Hewan bisa bergerak mencari makan sendiri. Makanan catatan tersebut berupa perhatian, bila diperhatikan catatan berkembang subur, bila tidak dberi perhatian catatan akan mati.

Menurut Ki Ageng, setelah catatan itu cukup banyak maka “Kramadangsa” (nama kita sendiri, misalnya Triwidodo) lahir. Kita menganggap diri kita dilengkapi dengan catatan (1)harta milikku, (2)kehormatanku, (3)kekuasaanku, (4)keluargaku, (5)bangsaku, (6)golonganku, (7)jenisku, (8)pengetahuanku, (9)kebatinanku, (10)keahlianku, (11)rasa hidupku. Kita hidup dalam dimensi ketiga, bisa bergerak bebas mencari makan sendiri dan menggunakan pikiran dan rasa. Catatan-catatan inilah asal mula ego.

Catatan-catatan/informasi itu bersifat seperti hewan, bila diganggu marah. Sedangkan Kramadangsa/diri kita sebagai manusia sebelum bertindak atau marah bisa berpikir dahulu. Itulah bedanya hewan yang “fight or flight”, bertarung atau ngacir, sedangkan manusia berpikir dulu sebelum bertindak. Apabila diri kita terlalu terobsesi tentang kekuasaan/jabatan, maka untuk memperoleh peningkatan ‘catatan jabatan” kita bisa menggunakan segala cara untuk memperoleh jabatan, mengabaikan ‘catatan kehormatan’, ‘rasa hidup’ dan ‘kepentingan bangsa’. Artinya pikiran kita kurang jernih.

Peran seorang ketua partai politik yang ingin menjadi menjadi anggota legislatif, atau kepala daerah atau pun kepala negara bisa menumbuhkan konflik dengan peran’catatan kebatinan’ (hati nurani) dan ‘kepentingan bangsa’. Peran seorang dari jenis lelaki yang sedang mendekati wanita cantik bisa menimbulkan konflik dengan peran catatan kehornatan dan keluarga.


Manusia Universal atau Transpersonal

Abraham Maslow menggunakan piramida kebutuhan manusia untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan manusia yang selalu berkembang. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Kebutuhan fisik adalah kebutuhan terendah. Kebutuhan berikutnya adalah rasa aman, seperti kebutuhan rumah, kesehatan di hari tua, dapat menyekolahkan putra-putrinya dan lain-lain. Setelah itu ada kebutuhan sosial untuk berhubungan dengan orang lain. Kemudian baru kebutuhan harga diri, agar dirinya dalam pergaulan sosial bisa dihargai. Dan akhirnya adalah kebutuhan untuk aktualisasi diri, kebutuhan untuk melaksanakan karya nyata di tengah masyarakat. Sebetulnya Maslow di hari tuanya paham bahwa itu semua merupakan kebutuhan personal dan menambahkan kebutuhan transpersonal manusia, akan tetapi kebutuhan yang terakhir tersebut kurang dapat dipahami orang dan kurang terekspose.

Menurut Ki Ageng apabila aku merasa menginginkan jabatan dan kemudian berpikir bagaimana caranya memperoleh jabatan, maka aku sedang menempuh ukuran ketiga yaitu Kramadangsa, ego. Apabila pada waktu mencari jabatan aku berpikir, jabatan itu apa? Apakah jabatan itu abadi? Apakah aku akan mencari jabatan dengan mengabaikan hati nurani dan mengorbankan persatuan kebangsaan? Kemudian aku sadar bahwa aku bukanlah kumpulan catatan/informasi tentang jabatanku, kebatinan/hati nuraniku, bangsaku, maka kesadaran naik aku adalah saksi dari catatan/informasi . Dengan melampaui aku sebagai kumpulan catatan/ informasi maka menurut Ki Ageng kita sudah mulai menempuh sebagai Manusia Universal.

Anand Krishna mengatakan bahwa sistem pendidikan yang berfokus pada diri pribadi itu perlu diperbaiki. Beliau mengingatkan,

“Perlakukanlah orang lain sebagaimana engkau ingin diperlakukan” – ini adalah kaidah utama dari semua agama dan kitab suci yang merupakan intisari dari psikologi spiritual transpersonal.”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline