Nak, pagi ini aku bahagia mendengar kau mengucapkan salam dengan teduh padaku. Wajahmu tulus, terlebih lagi senyum sederhanamu. Padahal semalam aku hampir menyerah.
Aku hampir menyerahkan engkau pada kelelahan. Hampir pula kutititipkan engkau pada keputusasaan. Setelah aku merasa tak baik-baik saja, dan naluriku mengajak pasrah.
Sedihku bukan tanpa alasan, nak. Ia datang setelah kebrutalan dipertontonkan secara nyata, padahal aku telah mati-matian menebarkan rasa cinta. Ia menelanjangi toleransi yang kuteriakkan dengan susah payah hanya karena adanya beda.
Lagi-lagi aku salah, nak.
Buktinya hari ini kusaksikan sendiri engkau masih tegak berdiri tanpa ketakutan. Tentu aku tahu, bukan hal mudah bagimu untuk memperjuangkan hak-hak menerima pendidikan terbaik dari aku, dan kami para guru.
Pesanku pagi ini, nak. Bekerjalah tanpa kesah. Karena Tuhan takkan membiarkanmu berlari tanpa arah. Hari ini siapkan saja kebaikan-kebaikan kecil yang pernah diajarkan olehku, ayah, bunda, dan guru ngajimu. Hari ini kau tetap harus belajar. Jangan takut, setiap ujian akan berlalu. Tetaplah menjadi bagian dari kejujuran bagi dirimu sendiri. Kelak aku akan menemuimu tumbuh menjadi dewasa yang mengagumkan.
Pintaku sederhana, nak. Begitupun yang kubisa juga sederhana.
"Jika kau mau menjadi anak-anak yang baik, aku siap terus merangkulmu"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H