Menarik. Inilah ungkapan pertama kali, saat mendengar pertanyaan dari salah satu peserta didik pada saat diberikan tugas untuk menulis materi pembelajaran sesuai dengan pemahamannya. Dia bertanya : "Pak, kapan ya sekolah kita berubah jadi ga nulis -- nulis kayak gini lagi?" dia menambahkan : "kaan sekarang eranya udah digital pak, udah pakai e book, tab".
Jauh sebelum pertanyaan ini terlontar dari seorang anak didik saya, saya sudah mendapatkan pemahaman bahwa proses pembelajaran di era digitalisasi seperti saat ini masih membutuhkan pola belajar dengan membaca dan menulis. Hal ini bukan tanpa alasan.
Mengutip sebuah makalah yang dipublikasikan di Frontiers in Psychology menyimpulkan setiap kali gerakan tulisan tangan dilakukan, lebih banyak bagian otak yang terstimulasi sehingga menghasilkan pembentukan konektivitas jaringan saraf yang lebih kompleks. Dengan kata lain, menulis dengan tangan, bukan mengetik dengan keyboard, membantu kita untuk mengingat sesuatu.
Pandangan mengenai pentingnya menulis dalam pembelajaran diperkuat juga oleh studi yang dilakukan Profesor Audrey van der Meer di NTNU. Studi tersebut menyatakan bahwa penggunaan pena dan kertas memberi otak lebih banyak 'kait' untuk menggantung ingatan Anda. Menulis dengan tangan menciptakan lebih banyak aktivitas di bagian sensorimotor otak.
Banyak indra diaktifkan dengan menekan pena di atas kertas, melihat huruf yang Anda tulis dan mendengar suara yang Anda buat saat menulis," jelas Van der Meer seperti dikutip dari Times of India.
Di sisi lain, penggunaan gawai sebagai konsekuensi dari berkembangnya digitalisasi yang juga memberikan dampak terhadap transformasi pembelajaran tidak dapat dipungkiri memberikan berbagai pengaruh negatif.
Temuan di lapangan, peserta didik cenderung tidak fokus, tidak serius, kurang konsentrasi bahkan cenderung manipulatif. Peserta didik mengerjakan tugas secara tergesa -- gesa, ingin cepat selesai karena ingin menggunakan gadgetnya untuk bermain, entah untuk sekedar membuka media sosial atau bermain game online.
Hal ini juga ditemukan saat proses ujian dilakukan secara online terbatas. Beberapa oknum peserta didik memanfaatkan teknologi untuk melakukan pelbagai kecurangan, mencari jawaban dari aplikasi -- aplikasi dan selesai dengan cepat. Akhirnya, hal ini kelak akan berdampak pada tidak validnya hasil evaluasi pembelajaran, karena alat ukur evaluasinya diakali dengan kecurangan dengan sedemikian rupa.
Perihal dari dampak buruk penggunaan gawai sudah banyak terdokumentasikan dalam bentuk jurnal atau hasil penelitian. Peneliti ilmu psikologi dan otak Universitas Indiana, Amerika Serikat, Karin James, menulis makalah yang terbit di jurnal Association of Psychological Science edisi 2017.
Ia menjelaskan, memakai gawai, meskipun menyenangkan, sebenarnya memiskinkan anak dari latihan motorik. Selain itu, radiasi gawai buruk bagi mata dan membuat anak tidak mengembangkan kemampuan berkonsentrasi dalam waktu lama.