Dulu kita pernah digemparkan oleh maraknya Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang mengadu nasib di negeri orang, salah satunya Malaysia atau negara-negara di timur tengah. Dengan kejadian tersebut diiringi pula oleh berita buruk akan adanya penyiksaan TKI oleh majikan hingga nyawa menjadi taruhan. Dan untuk menghargai jerih payah TKI sebagai penyumbang devisa negara,maka para TKI mendapat gelar sebagai "Pahlawan Devisa".
Saat ini kita jarang sekali melihat adanya penyiksaan terhadap TKI, trend ini mungkin disebabkan oleh sudah terbukanya lapangan kerja di tanah air, salah satunya dari sektor perkebunan kelapa sawit. Kelapa sawit adalah industi padat karya yang banyak sekali menyerap lapangan pekerjaan bahkan untuk tenaga kerja yang tidak memiliki pendidikan sekalipun, dan secara tidak langsung adanya investasi di bidang perkebunan kelapa sawit telah turut serta menyelesaikan permasalahan bangsa.
Selanjutnya adalah industri kelapa sawit saat ini juga merupakan pahlawan devisa sesungguhnya. Industri Sawit Indonesia mencatat rekor baru dalam penyumbang devisa negara, industri strategis nasional tersebut pada tahun 2017 menyumbang devisa sebesar USD 23 Milyar atau setara 300 Triliyun. Rekor baru industri sawit tersebut semakin mengukuhkan dirinya sebagai industri penyumbang devisa terbesar bagi perekonomian Indonesia (Sumber: gapki.id).
Namun saat ini Industri kelapa sawit ibarat Pahlawan yang Tak Dilirik, seluruh insan perkebunan saat ini sedang merasakan galau gundah-gulana akan harga Crude Palm Oil (CPO) yang jatuh. Hal itu mengakibatkan harga Tandan Buah Segar (TBS) yang dijual oleh petani mandiri pun ikut terpuruk, hal ini juga memperburuk kondisi ekomini masyarakat di level bawah.
Akibat lainnya terkait dengan terpuruknya industi kelapa sawit ini adalah secara perlahan perusahaan-perusahaan yang berinvestasi di industri Kelapa Sawit tumbang secara masif, karena bertahan dalam kondisi perekonomian saat ini merupakan hal yang tidak mudah. Saat ini pemerintah berusaha mengembangkan kebijakan B-20 sampai dengan B-100 yang seolah memberikan angin segar kepada pelaku industri, namun harus menjadi catatan hal itu belum menjadi solusi, baru sekedar wacana untuk menggunakan CPO agar lebih multifungsi.
Dalam kondisi seperti ini, pemerintah harus mengambil peran dalam memberikan pengaruh pada kondisi pasar dunia, pemerintah bisa memaksimalkan hubungan bilateral dengan negara-negara konsumen CPO atau terus mengkampanyekan bahwa kelapa sawit adalah insustri yang sustainable.
Organisasi Seperti GAPKI juga dapat menghimpun kekuatan dalam melakukan lobby kepada pemerintah untuk "peka" dan peduli terhadap industi ini. Karena ada jutaan kepala yang menggantungkan hidup di industri ini. Ada devisa negara yang harus pada trend poitif, dan ada ekomoni yang harus terus bertumbuh. Semoga fase sulit yang dialami oleh Pahlawan yang Tak Dilirik ini dapat cepat berlalu dan kejayaan kelapa sawit Indonesia bisa terwujud. [TW]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H