Permasalahan korupsi, suap dan lainnya merupakan kerjadian yang seloah menjadi tradisi dan mengakar. Seolah perkara suap saat ini menjadi tradisi yang harus dilakukan untuk memuluskan suatu tujuan kebijakan.
Belum saja suatu kebijakan dilaksanakan, baru pada tatanan perencanaan, permasalahan suap, potong anggaran dan lain-lain bisa jadi memberikan efek buruk bari lingkungan birokrasi yang menjadi aktor utama dalam pembangunan daerah.
Penyakit birokrasi cendrung struktural, atau tidak berjalan sendiri, seperti efek domino, ketika ada satu yang jatuh, maka yang lain akan jatuh pula. Hal ini disebabkan oleh faktor kepentingan golongan yang tercipta dari iklim politik di tingkatan DPRD yang buruk, dan memaksa para birokrat juga menganggap hal tersebut seolah halal, dan parahnya dianggap sebagai bagian yang tidak bisa terlepas dari profesi yang diemban.
Para legislator lahir dari politik praktis yang memiliki budaya yang juga tidak positif dari lingkungan partai politik, akan menumbuhkan need atau kebutuhan baru. Para legislator belum selesai dengan permasalahan pribadinya, kebutuhannya, dan bahkan kemampuannya dalam mengemban anamah wakil rakyat. Alih-alih memberikan perubahan, malah larut dalam retorika tradisi siluman atau biasa disebut lingkaran setan.
Keputusan yang dibuat berupa kebijakan pun terkesan diabaikan dan hanya berdalih atas kepentingan rakyat. Alhasil bukannya manfaat yang diperoleh, melainkan mudarat, perubahan pun nihil, segala bentuk hal yang sifatnya butuh keputusan dianggap sebagai ladang pendapatan bagi para pihak yang merasa berhak memberikan keputusan. Akhirnya kita hanya disajikan cerita hukum tangkap tangan oleh KPK seperti kasus Gubernur Jambi ZZ, atau kasus-kasus serupa di beberapa daerah lain.
Apabila kita kaitkan dengan agama, wajar saja apabila bangsa ini, daerah ini, tidak maju dalah berbagai sektor, baik pendidikan, ekonomi, politik, bahkan pertahanan dan keamanan, bisa jadi hal tersebut karena jauhnya keberkahaan yang terjadi oleh para pemangku kepentingan sehingga, unsur sebab akibat ini mungkin bisa jadi ada kaitannya.
Moral merujuk kepada tingkah laku yang bersifat spontan seperti rasa kasih, kemurahan hati, kebesaran jiwa, yang kesemuanya tidak terdapat dalam peraturan-peraturan hukum, sedangkan moralitas mempunyai makna yang lebih khusus sebagai bagian dari etika. Moralitas berfokus pada hukum-hukum dan prinsip abstrak dan bebas. Orang yang telah mengingkari janji yang diucapkannya dapat dianggap sebagai orang yang tidak dipercaya atau tidak etis, tetapi bukan berarti tidak bermoral, namun menyiksa anak disebut tindakan tidak bermoral.
Ada 4 hal yang penulis kaji terkait dengan permasalah yang ada yaitu terkait dengan, moralitas personal, moralitas profesi, moralitas organisasi, dan moralitas sosial:
Moralitas Personal
Moralitas pada hakikatnya lahir dalam diri seseorang, walau bersifat abstrak atau tidak berwujud, hal itu akan menghasilkan output yang berupa ahlaq, prilaku positif, kesopanan dan wujud daeri moralitas personal adalah pribadi yang baik atau pribadi yang positif.
Perkembangan motorik atau sifat dasar manusia terjadi secara lahiriah, namun lingkungan keluarga menjadi faktor utama pembentukan karakter seseorang. Dari kecil kita selalu diajarkan terkait dengan bagaimana bisa menghargai, sopan, agar kelak kita bisa menjadi orang yang berahlak mulia saat beranjak dewasa.