Pagi ini tanggal 24 Oktober 2024, kondisi kantor tempat saya bekerja terasa semakin tidak kondusif banyak pegawai berkeinginan pindah setelah positif bahwa kementerian di pecah menjadi tiga kementerian. Mayoritas orang mulai bergerak mencari koneksi untuk bisa pindah dan keluar dari organisasi ini. Hanya saya yang tidak bergerak kasak-kusuk mencari bocoran ataupun jaringan agar bisa pindah dari kantor ini, meski saat ini mengenal dua orang baik yang jadi menteri maupun yang jadi wakil menterinya dan saya benar-benar kenal tidak hanya sekedar kenal tetapi hal itu tidak menjadikan saya dengan serta merta menggunakan ini untuk mengambil kesempatan untuk kepentingan pribadi. Saya mau orang yang saya kenal dan sekarang dipercaya menjadi menteri dan wakil menteri bisa berbuat objektif dan tidak terbelenggu oleh tali apa pun selain melaksanakan tugas mereka dengan amanah kepada rakyat Indonesia.
Yang jadi perhatian saya adalah orang-orang yang menginginkan segera pindah dari organisasi ini, ternyata alasan keinginan pindah itu tidak selamanya karena di tempat yang baru menjanjikan pendapatan yang lebih tinggi dan peluang berkarir lebih baik ternyata yang jadi alasan adalah masalah kepemimpinan yang sudah tidak lagi kondusif, tidak lagi bersifat mengayomi, bahkan dirasakan oleh banyak orang terlalu banyak intrik dan proses birokrasi yang sengaja dibuat rumit dan memberikan pembatasan-pembatasan untuk perkembangan karier dan kompetensi setiap pegawai. Kondisi ini membuat banyak orang merasa terpenjara, merasa gerah dan tidak nyaman dan ingin segera mengakhiri penderitaan dengan cara mengambil kesempatan perubahan organisasi ini untuk bisa segera hengkang.
Bagi para pemimpin atau pejabat yang selama ini memegang kendali, seharusnya ini dijadikan sebagai evaluasi atau introspeksi bahwa kepemimpinan yang mereka jalanan adalah kepemimpinan yang gagal di mata mayoritas pegawai, karena pegawai merasa teraniaya atau terdolimi . Pemimpin yang malah sibuk dengan urusan luar yang bukan tanggung jawab tugas pokoknya yang lebih memburu publikasi ketenaran dibanding kualitas substansi yang menjadi tanggung jawabnya.
Hidup dalam kemunafikan atau bermuka dua inilah yang membuat orang lelah, karena tidak berani melawan atau mengkritik akhirnya mayoritas pegawai mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan hati dan pikirannya. Di depan pemimpin mengatakan siap saya terima tetapi dibalik itu menggerutu dan mengutuk. Sayangnya kesempatan ini sepertinya tidak menjadi bahan introspeksi bagi para pemimpin dan malah mereka juga sibuk lobi ke sana dan ke sini karena takut kehilangan jabatan. Bahkan ada yang dengan tanpa malu mengaku dekat dengan ormas agama padahal tidak pernah taat beribadah.
Apa istilah yang tepat untuk kondisi ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H