Lihat ke Halaman Asli

Tri Sukmono Joko PBS

Tenaga Pengajar, Sekretaris Pada Yayasan Lentera Dikdaktika Gantari

Kenapa Ada Penyimpangan dalam Penggunaan Anggaran

Diperbarui: 23 Juli 2024   09:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Organisasi Publik atau organisasi pemerintah adalah organisasi atau lembaga yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan amanat undang-undang untuk menjalankan fungsi layanan negara kepada warga negara dalam memenuhi apa yang menjadi kewajiban negara yang merupakan hak-hak bagi warga negara. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya lembaga negara menggunakan anggaran negara berupa sumber daya keuangan, sumber daya manusia, dan sumber daya sarana prasarana.

Dalam rangka penggunaan sumber daya anggaran agar efisien, efektif dan ekonomis, maka pemerintah telah membuat standar atau pun rambu-rambu dalam pengelolaan dan penggunaan anggaran baik berupa undang-undang, peraturan presiden, peraturan menteri dan petunjuk teknis. Yang menarik dalam pengelolaan penggunaan anggaran ini berdasarkan berbagai laporan audit selalu ada ditemukan penyimpangan baik penyimpangan prosedur administrasi hingga penyimpangan yang memberikan dampak gagalnya sebuah program dan memunculkan masalah kerugian keuangan negara. Mengapa terjadi penyimpangan padahal standar dan aturan telah dibuat? Apa yang sebenarnya terjadi? dan bagaimana cara menanggulanginya?

Untuk menjawab pertanyaan pertama yakni Mengapa Terjadi Penyimpangan Padahal Standar dan aturan telah dibuat? Banyak faktor yang memengaruhi atau menjadi penyebab terjadinya penyimpangan yang dapat saya jelaskan antara lain berikut

  • Ada perbedaan atau gap antara visi organisasi dengan visi individu yang ada di dalam organisasi. Tidak dapat disangkal bahwa setiap orang yang berada di dalam organisasi secara pribadi memiliki visi dan misi masing-masing yang boleh jadi berseberangan dengan visi organisasi. Misalnya visi organisasi adalah memberikan layanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya dan tidak membebani masyarakat dengan biaya layanan, sementara visi dan misi pribadi pegawai pemberi layanan adalah mencari keuntungan materi dalam pemberian layanan. Bila hal ini tidak terdeteksi secara dini, maka dapat memunculkan perilaku pungutan liar yang mana petugas pemberi layanan meminta sejumlah uang kepada pengguna layanan dan uang yang diterima petugas tidak menjadi pendapatan negara atau masuk ke kantong pribadi petugas. Hal ini tentunya akan menyebabkan turunkan kualitas layanan, misalnya petugas layanan memperlambat proses layanan hingga pengguna layanan mau tidak mau harus memberikan sejumlah uang agar bisa menerima layanan.
  • Ada perbedaan dalam menafsirkan apa yang menjadi tujuan organisasi ataupun dalam menafsirkan peraturan yang diterapkan. Hal ini antara lain disebabkan bahasa dalam peraturan yang digunakan mengandung multi arti dan multi tafsir sehingga menimbulkan ketidakpastian dalam pelaksanaannya.
  • Lemahnya pengendalian, antara lain menjadi penyebab banyak penyimpangan. Pengendalian terdiri atas pengendalian internal dan pengendalian eksternal. Pengendalian internal meliputi standar operasional, petunjuk teknis, dan pengawasan secara langsung atau monitoring. Sedang pengendalian eksternal meliputi hubungan dengan para stakeholder atau para pelanggan yang menggunakan layanan. Pengendalian eksternal lebih sulit dilakukan, karena pihak-pihak yang terlibat umumnya di luar organisasi, sehingga pengendaliannya memerlukan teknik pengkondisian terhadap para stakeholder atau para pelanggan.

Jika peraturan, petunjuk teknis, dan standar operasional telah tersedia namun tetap ada penyimpangan dalam pengelolaan atau penggunaan anggaran, maka ini bersumber dari lemahnya penerapan pengendalian internal. Lemahnya pengendalian internal tidak hanya berupa pengawasan yang lemah namun juga tidak adanya integritas dan komitmen yang dipelihara dengan baik, juga pimpinan tidak mampu memberikan teladan atau menjadi rol model.

Untuk menjawab pertanyaan apa yang sebenarnya terjadi, maka hal ini terkait bentuk pengendalian lainnya berupa pengawasan internal atau internal audit. Internal audit sering kali menemukan banyak penyimpangan dalam tata kelola penggunaan anggaran. Namun dari kebanyakan internal audit yang dilakukan, umumnya menghasilkan rekomendasi berupa denda atas keterlambatan pekerjaan, pengembalian atas kerugian keuangan negara, dan rekomendasi pencabutan jabatan hingga penjatuhan hukuman berupa pemecatan atau mutasi.  Namun ternyata di setiap tahun penyimpangan yang serupa tetap muncul, yang menjadi pertanyaan bila masalah-masalah yang sama selalu muncul dan di tahap proses bisnis yang sama, maka apakah sebenarnya penyebab penyimpangan berada pada faktor sumber daya manusia pelaksana proses? Ataukah proses bisnis itu sendiri atau Standar operasionalnya yang bermasalah? Karena walaupun  yang bersalah telah dicopot dari jabatan dan diganti dengan orang baru, namun orang yang mengganti pun melakukan kesalahan yang sama, maka kekeliruan bukan pada faktor manusia tetapi ada pada sistem proses bisnis yang dibangun atau ada pada aturan yang dibuat tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Bila demikian seharusnya yang diperbaiki adalah sistemnya dan bukan manusianya.

Contoh kasus

Pada setiap laporan audit atas Balai Bahasa Provinsi selalu ditemukan penggunaan dana untuk membayar sewa rumah atau tempat tinggal Pejabat kepala balai. Auditor menemukan hal ini tidak sesuai dengan aturan dan meminta PPK dan Bendahara menarik atau mengembalikan uang yang sudah digunakan ke kas negara. Apakah rekomendasi yang diberikan auditor itu tepat? Menurut saya apa yang direkomendasikan auditor itu tidak tepat karena tidak menanggulangi masalah, tahun-tahun berikut terjadi kembali hal seperti ini bahkan merata di setiap provinsi. Dalam hal ini auditor tidak mampu menemukan penyebab masalah sebenarnya dan hanya melihat tidak ada aturan yang memboleh menggunakan uang untuk membayar sewa rumah sebagai pengganti rumah dinas bagi penjabat eselon 3 di daerah. Justru masalah sebenarnya karena tidak ada peraturan yang membolehkan menggunakan uang untuk membayar sewa atau tidak ada aturan yang membolehkan eselon 3 di daerah diberikan fasilitas rumah dinas. Seharusnya auditor memberikan rekomendasi yang memberikan solusi berupa dibuatnya kebijakan khusus atau dibuatnya aturan tentang pemberian rumah dinas bagi eselon 3 di tugaskan di daerah mengingat penting dan strategisnya tugas kepala balai di daerah. Bila tidak difasilitasi dalam peraturan, maka permasalahan seperti akan terus bermunculan, karena fakta di lapangan rumah dinas sangat diperlukan dan menjadi hak bagi pegawai yang ditempatkan atau ditugaskan dalam jabatan di daerah untuk mendukung tugasnya dan negara wajib menyediakan sarana dan fasilitas bagi pegawai yang menjalankan tugas negara. Kasus terkait rumah dinas tidak hanya terjadi atas balai bahasa tetapi juga unit kerja lain di daerah.

Dari uraian singkat ini, simpulannya bahwa adanya penyimpangan dalam tata kelola penggunaan anggaran bisa disebabkan adanya perbedaan antara visi dan misi individu dengan visi dan misi organisasi, adanya perbedaan penafsiran terhadap peraturan karena kalimat dalam peraturan mengandung multi tafsir, dan terakhir peraturan itu tidak sesuai dengan kondisi di lapangan sebagaimana ditunjukkan dalam contoh kasus balai bahasa.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline