Lihat ke Halaman Asli

Trisno S. Sutanto

Seorang yang selalu gelisah dan mencari

Lukas yang Subversif

Diperbarui: 25 Desember 2022   17:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

The Annunciation (Sumber: fineartamerica.com)

Sulit disangkal, dari ketiga Injil Sinoptik yang kita warisi, Lukas adalah pencerita terbaik. Daya imajinatifnya sungguh luar biasa dan membentuk kita sampai sekarang.

Apalagi jika sudah mendekati Natal. Matius hanya menyumbang kisah kedatangan para Majus yang masyhur. Tetapi Lukas? Boleh dibilang, hampir seluruh pernak-pernik Natal kita adalah hasil imajinasi Lukas yang dituangkan dalam dua bab pertama Injilnya.

Dari Lukas kita mendapat kisah tentang Zakaria dan Elisabet, orangtua Yohanes Pembaptis. Dari Lukas kita tahu kisah datangnya malaikat Gabriel yang membuat Maria mengandung. Dari Lukas kita mendengar pemberitaan malaikat pada para gembala. Dari Lukas juga kita mendapat kisah tentang penantian Simeon dan Hana yang mengharukan.

Apalagi Lukas juga menyumbang tiga madah terkenal: "Magnificat" Maria (Lk 1:46-55), "Gloria in excelcis Deo" kepada gembala (Lk 2:14), dan "Nunc dimitis" Simeon (Lk 2:29-32). Ketiganya, kita tahu, menjadi khasanah musik gerejawi dan berulangkali menjadi tema komposisi para komponis besar.

Bisa jadi, karena keindahan tuturan Lukas, maka petikan Injilnya dibaca untuk ketiga tahun liturgis saat perayaan Natal. Itu alasannya mengapa cerita Natal versi Lukas yang paling kuat tertanam dalam benak kita.

Tapi yang paling mengagumkan bagi saya, dan kerap dilupakan saat merayakan Natal, adalah lompatan imajinasi Lukas yang "memaksa" keluarga kudus pergi dari Nasaret ke Betlehem, "kota Daud". Dan Lukas memberi alasan dengan  menyebut adanya perintah sensus dari "Kaisar Agustus" dan diadakan saat "Kirenius menjadi gubernur di Siria" (Lk 2:1-2).

Tanpa kejadian ini, kita tidak akan punya cerita tentang Yesus yang lahir di kandang, "dibungkus dengan kain lampin dan dibaringkan di dalam palungan" (Lk 2:7) yang biasa menghiasi pohon Natal itu. Juga, saya kira, tidak akan ada kisah tentang malaikat yang muncul kepada para gembala di padang sehingga mereka memutuskan untuk pergi ke Betlehem (Lk 2:8-20).

Saya menyebutnya sebagai lompatan imajinatif, karena menurut para pakar sensus itu tidak pernah ada! Almarhum Raymond Brown, ekseget terkenal yang mencurahkan sekitar 700 halaman untuk meneliti seluk beluk kisah masa kanak-kanak Yesus (lihat: The Birth of Messiah), menyimpulkan rujukan historis Lukas itu keliru. Tidak ada sensus dari Kaisar Agustus yang melingkupi seluruh daerah kerajaannya. Satu-satunya sensus yang dilakukan saat Kirenius menjadi gubernur Siria hanya mencakup Yudea, bukan Galilea, dan berlangsung kira-kira tahun 6 - 7 Masehi, artinya sekitar 10 tahun setelah kematian Herodes Agung. Padahal, dalam Matius, dituturkan bahwa Yesus dilahirkan "pada zaman Raja Herodes" (Mat 2:1).

Namun Brown yakin, walau informasi Lukas soal sensus itu meleset, tuturannya sendiri mau mengetengahkan sudut pandang teologisnya yang khas tentang makna kelahiran Yesus. Dan jika kita membacanya dengan teliti, maka sebenarnya pewartaan Lukas itu sangat "subversif" setidaknya dalam dua artian berikut.

Pertama, justru kepada para "gembala" pewartaan malaikat ditujukan. Kita harus sadar, di masa itu "gembala" sering dipandang sebagai kelompok masyarakat yang tidak jujur dan berada di luar hukum Taurat. Traktat para rabi, menurut Brown, mengeluarkan kelompok ini dari peradilan agama, karena dinilai tidak jujur. Lagi pula, dari dulu sampai sekarang, para gembala adalah bagian dari kelompok masyarakat yang lemah secara sosial, ekonomi, maupun politik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline