Lihat ke Halaman Asli

Trisno S. Sutanto

Seorang yang selalu gelisah dan mencari

Melihat Berbagai Hubungan Fenomena Alam dalam Serial Connected

Diperbarui: 22 Mei 2022   17:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Netflix

Mari kita bicara soal (maaf!) "taik", "air kencing", dan sejenisnya. Iya, soal taik dan air kencing yang biasa kita buang lewat toilet sehari-hari itu.

Sebab, seperti diperlihatkan Latif Nasser dalam episode 2 seri dokumenter "Connected" di Netflix  yang sangat bagus, soal-soal sederhana tadi bisa memberi kita gambaran tentang kehidupan kita secara lengkap, sejak asal muasal Sapiens sampai masa depan dunia!

Sungguh mati, saya tidak bermaksud memberi Anda spoiler seri dokumenter itu. Tetapi beberapa bagian darinya sungguh menggelitik dan membangkitkan imajinasi saya untuk merenungkan soal-soal yang selama ini tidak masuk dalam perhatian banyak orang.

Misalnya penelitian Ainara, pakar arkeologi molekuler, yang meneliti temuan taik tertua di dunia yang sudah berusia 50.000 tahun lalu. Lewat penelitiannya, Ainara menemukan bahwa leluhur kita ternyata hidup lebih sehat. Makanan mereka jelas lebih beragam, seperti tampak pada sisa-sisa yang masih dapat dicermati lewat peninggalan taik mereka.

Dewasa ini, setelah pola makan dan gaya hidup Barat makin tersebar di seluruh dunia lewat globalisasi, kata Ainara, taik yang diteliti memperlihatkan makin menurunnya unsur-unsur keragaman hayati yang dikonsumsi manusia. Sepertinya entah Anda itu tinggal di San Francisco, atau di Singapura, atau di kota Tegal, makanan yang Anda santap sama. Maka unsur-unsur dalam taik Anda pun sama!

Menarik, kan, bahwa dari soal taik kita bisa mencermati perubahan yang sudah lama membuat banyak aktivis anti-globalisasi khawatir: bahwa multikulturalitas makin lama makin tergerus oleh homogenitas? Itu bisa tercermin dalam soal pola dan jenis makanan yang kita santap.

Namun yang lebih menarik adalah penelitian taik dan air kencing di London, negara yang mulai memperkenalkan sistem "flush and forget" lewat toilet modern. Di sana, ada bangunan khusus yang didirikan untuk mengatur sistem pembuangan dari toilet-toilet di kota London. Sistem itu dibuat, konon, karena dulu orang membuang taik dan kencing dan segala hal di Sungai Thames. Ya mirip kelakuan di Indonesia juga, sih.

Nah, pada 1858, terjadilah bencana besar sehingga disebut "The Year of Great Stink". Sungai Thames jadi sangat kotor, lalu membuat penduduk London terkena wabah Kolera yang merenggut ribuan nyawa. Itu sebabnya sistem pembuangan "flush and forget" ditemukan. Lewat sistem pembuangan tersebut, baik taik dan kencing dari Istana Buchkingham tempat sang Ratu bertakhta sampai milik rakyat jelata, jadi bercampur. Sebentuk "demokratisasi taik", istilahnya.

Tentu saja, masih banyak juga orang yang membuang taik dan kencing ke Sungai Thames. Di sini ada penelitian yang luar biasa menarik. Para ilmuwan dan peneliti dari Inggris mengambil sampel secara teratur dari air Sungai Thames yang membelah London, lalu menganalisanya di laboratorium. Hasilnya sungguh menarik: ada pola yang memperlihatkan penggunaan obat-obat terlarang secara teratur.

Misalnya, penggunaan Kokain ternyata bersifat konstan, sehingga kandungan Kokain dapat ditemukan setiap hari. Dan, setelah peristiwa Brexit yang menghebohkan, ditemukan begitu banyak kandungan sisa obat anti-depresi. Artinya, Brexit itu sungguh membuat banyak penduduk London mengalami depresi berat!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline