Lihat ke Halaman Asli

Urgensi Etika Mencari Harta dalam Teori Ekonomi Islam

Diperbarui: 19 Maret 2019   05:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Etika merupakan studi sistematis tentang kebiasaan baik, buruk, harus, benar, salah dan lain sebagainya dan prinsip-prinsip umum yang membenarkan kita untuk mengaplikasikannya atas apa saja. Etika dapat dimaknai sebagai dasar moralitas seseorang dan disaat bersamaan juga sebagai filsufnya dalam berprilaku.

Secara terminologi arti kata etika sangat dekat pengertiannya dengan istilah Al-Quran al-Khuluq. Untuk mendeskripsikan konsep kebijakan, Al-Quran menggunakan sejumlah terminologi sebagai berikut : khair, bir, qist, adl, haqq, ma’ruf dan taqwa.(Badroen:2006,4)

Sedangkan menurut pendapat ulama’ Hanafiyah sebagaimana dikutip oleh Ismail nawawi menyatakan bahwa harta adalah sesuatu yang berwujud dan dapat disimpan sehingga sesuatu yang tidak berwujud dan tidak dapat disimpan tidak termasuk harta, seperti hak dan manfaat. Pendapat ini mensyaratkan unsur-unsur tertentu yang dapat disebut al-mal (harta) yaitu :

  • Dimungkinkan untuk dimiliki, disimpan dan harus dapat dikuasai, misalnya oksigen yang dapat disimpan dalam tabung.
  • Sesuatu yang dapat diambil manfaatnya secara wajar, jika secara asal tidak dapat diambil manfaatnya seperti daging bangkai, pakaian yang sudah rusak tidak dapat dikatakan sebagai harta.
  • Manfaat yang ada harus manfaat yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat, seperti sebutir beras, setetes air tidak dapat dikatakan sebagai harta. (Rokhim,2013:29-30)

Kedudukan harta dalam Islam dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa harta merupakan perhiasan hidup sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Kahfi ayat 46 yang artinya sebagai berikut: “harta dan anak-anak adalah perhiasan hidup dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” 

Sesungguhnya Islam memperbolehkan manusia bersenang-senang dengan kebaikan dan perhiasan dunia. Islam memandang kehidupan ekonomi yang baik sebagai sarana penunjang untuk meningkatkan kemanusiaan, hubungan baik  dengan Allah, dan meningkatkan kebaikan kepada sesama makhluk. Dengan demikian, telah menjadi jelas bahwa rambu-rambu Islam dalam memandang harta adalah sebagai sarana untuk mencapai kebaikan.

Islam menyuruh menjaga harta, melarang memubadzirkan dan menyia-nyiakannnya, sehingga harus ditahan kemerdekaan setiap orang yang akan merusak hartanya. Karena sesungguhnya dalam harta orang itu ada bagian dan hak sosial.

Allah SWT menciptakan harta kekayaan untuk dicari, dimiliki, dan kemudian dipergunakan oleh manusia. Kekayaan adalah alat pendukung hidup manusia, oleh sebab itu manusia mempunyai bagian dan hak untuk memilikinya.

Al-Quran telah meletakkan konsep halal dan haram yang berkenaan dengan bagaimana hukum hal-hal yang menyangkut dan berhubungan dengan harta benda. Perbedaan halal dan haram bukan saja mengharuskan tujuan saja yang seharusnya benar, melainkan sarana untuk mencapai tujuan itu juga haruslah baik, seperti halnya perintah Al-Qur’an untuk mencari nafkah setelah ibadah, yang mengimplikasikan bahwa seseorang hendaklah mengikuti perilaku yang diperkenankan dan dihalalkan dalam mendapatkan penghasilan baik dalam aspek niat dan metode dari pada mencari harta kekayaan dan ketidak perbolehan adanya ketidak adilan dan penipuan (riba), sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadis riwayat Ibnu Majah: “Dari Jabir bin Abdullah r.a. berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Wahai manusia, bertaqwalah kepada Allah dan berbuatlah baik dalam mencari harta karena sesungguhnya jiwa manusia tidak akan puas/mati hingga terpenuhi rezekinya walaupun ia telah mampu mengendalikannya (mengekangnya), maka bertaqwalah kepada Allah SWT dan berbuat baiklah dalam mencari harta, ambillah yang halal dan tinggalkanlah yang haram”(HR Ibnu Majah).

Meraih harta secara langsung dari hasil keringatnya sendiri. Inilah yang sering dipuji oleh Islam, seperti pernyataan yang terdapat didalam hadis riwayat al-Bazar berikut ini: “Rifa’ah bin Rafi’ r.a, sesungguhnya Nabi SAW ditanya: “apa pekerjaan yang paling utama atau baik?” Rasul menjawab, “Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya dan setiap jual beli yang baik”(HR al-Bazar dan dibenarkan al-Hakim).

Hadis tersebut menekankan bahwa manusia harus :

  • Bekerja
  • Meraih harta dengan jerih payah keringatnya sendiri
  • Meraih harta di jalan yang benar
  • Menjauhi perdagangan yang mengandung riba

Cara ini merupakan cara meraih harta yang paling mulia dalam Islam. Islam adalah satu-satunya agama samawi yang memuliakan pekerjaan bahkan memposisikan pekerjaan sebagai ibadah disisi-Nya, menjadikannya asas dari kebaikan dunia dan akhirat.(Rokhim,2013:37)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline