Banyak cara yang dilakukan pemerintah untuk mensejahterahkan rakyat miskin, salah satunya adalah subsidi gas. Tidak terasa sudah hampir lima tahun program pemerintah tentang pengkoversian minyak tanah ke LPG 3 kg berlangsung. Namun, apakah dalam pelaksanaan dan penerapan program konversi tersebut sudah sesuai dengan yang diharapkan? Program konversi Minyak Tanah ke LPG dilandasi oleh keinginan kuat untuk menekan subsidi Minyak Tanah (Mitan). Konsumsi Mitan yang terus mengalami peningkatan telah membebani anggaran keuangan negara. Padahal, dilapangan subsidi terhadap Mitan terbukti tidak sepenuhnya tepat sasaran. Tidak sedikit terjadi penyelewengan sehingga Mitan bersubsidi tak hanya dikonsumsi masyarakat miskin namun juga oleh industri maupun masyarakat mampu. Ada beberapa hal yang menjadi perhatian dalam hal ini. Pertama, pemakaian LPG menggantikan Mitan memberikan keuntungan ekonomis. Pemakaian LPG yang memiliki nilai kalori sebesar 11.254,61 Kcal/Kg (Mitan sebesar 10.478,95 Kcal/Kg) dengan asumsi kesetaraan satu liter Mitan setara 0,57 Kg LPG, pemakaian LPG memberikan penghematan sekitar Rp 16.500,- hingga Rp 29.250,- bagi setiap KK yang menjadi sasaran program konversi ini. Sedang bagi negara hingga saat ini telah memberikan penghematan sekitar Rp 25 triliun.[1] Kedua, pengkoversian Mitan ke LPG telah membuka lapangan pekerjaan (pangkalan) dan bisnis (agen LPG) baru bagi masyarakat. Keuntungan dari berbisnis LPG ini cukup menggiurkan. Misalnya, satu agen LPG dengan jatah 20 Loading Order (LO, satu LO=560 pcs) per bulan. Harga satu tabung LPG dari Stasiun Pengisian dan Penyaluran Bulk Elpiji (SPPBE) sebesar Rp. 11.850,-. Dari agen ke pangkalan agen bisa menjual Rp. 12.500,- per tabung. Kita kalkulasikan saja Rp. 12.500,- - Rp. 11.850,- = Rp. 650,- x 560 x 20 = Rp. 7.280.000,- (keuntungan per bulan dari total 20 LO).[2] Belum lagi agen akan mendapatkan Tarnsport Fee, yaitu sejumlah uang untuk pemeliharaan transportasi yang besarnya Rp. 300,- per kg. Selain alasan ekonomis, konversi Mitan ke LPG juga memberikan keuntungan lain berupa pemakaian energi bersih dan ramah lingkungan. Dibandingkan dengan Mitan, pemakaian LPG tak hanya lebih murah karena memiliki nilai kalori lebih tinggi namun juga lebih bersih. Pembakaran LPG tidak menghasilkan asap dan relatif tidak berbau. Sedang pembakaran Minyak Tanah yang mengandung karbon selain menghasilkan asap juga memproduksi gas karsiogenik.[3] Berdasar kajian ilmiah, kandungan emisi gas karbon Minyak Tanah memang lebih besar dibanding LPG. Setiap pembakaran satu kilogram Minyak Tanah akan berpotensi menghasilkan emisi gas karbon sebesar 19,6 mg. Sedang untuk pembakaran LPG satuan berat yang sama menghasilkan 17,2 mg. Perbedaan sebesar 2,4 mg yang jika mempertimbangkan bahwa efisiensi energy LPG sebesar 47,3 GJ/ton dan Minyak Tanah sebesar 44,75 GJ/ton, maka pemakaian LPG mengurangi emisi gas kerbon sebesar 8,8 mg.[4]
[1]“Konversi Minyak Tanah ke LPG : Lebih Murah, Lebih Bersih”. 2011. http://esdm.go.id/berita/56-artikel/4122-konversi-minyak-tanah-ke-lpg-lebih-murah-lebih-bersih.html?tmpl=component&print=1&page= [diakses pada 15 Oktobr 2012]
[2]Berdasarkan analisa penulis selama bekerja di PT. Pertamina LPG & Gas Products [3]“Konversi Minyak Tanah ke LPG : Lebih Murah, Lebih Bersih”. 2011. http://esdm.go.id/berita/56-artikel/4122-konversi-minyak-tanah-ke-lpg-lebih-murah-lebih-bersih.html?tmpl=component&print=1&page= [diakses pada 15 Oktobr 2012] [4]Ibid [5]“Konversi Minyak Tanah ke LPG Tuai Pujian Dunia”. 2012. http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/09/11/129584/Konversi-Minyak-Tanah-ke-LPG-Tuai-Pujian-Dunia [diakses pada 15 Oktober 2012]
[6]“Konversi Minyak Tanah ke LPG Diakui Dunia”. 2012. http://www.beritasatu.com/ekonomi/71036-konversi-minyak-tanah-ke-lpg-diakui-dunia.html [diakses pada 15 Oktober 2012]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H