Lihat ke Halaman Asli

Sepak Bola dan Politik

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Triono Akmad Munib

Pagelaran akbar sepak bola empat tahunan Benua Eropa disebut dengan Euro telah belangsung. Euforia para suporter dan kontroversi terus berlanjut. Setiap malam cafe-café selalu dipenuhi para pengunjung yang ingin nonton bareng pertandingan sepak bola Euro 2012. Tahun ini, Euro dilaksanakan di dua negara, yaitu Polandia dan Ukraina.

Jika berbicara Euro, kita tak bisa lepas dari kerasnya permainan di lapangan hijau yang menjadi ciri khas dari permainan sepak bola itu sendiri. Demi membela negara dalam arti menyelamatkan gawang dari gempuran lawan apa pun dilakukan. Loncatan kaki pemain, salto, sundulan, tackling selalu mewarnai disetiap laga sehingga permainan tampak seperti adu karate antar tim. Tetapi di sini kita tidak akan membicarakan sepak bola lebih dalam melainkan akan berbicara tentang politik. Lho, bagaimana bisa sepak bola disamakan dengan politik?.

Panasnya suhu politik di tanah air membuat tayangan berita di televisi tak berhenti mengabarkan perkembangan politik tanah air. Entah tentang semakin maraknya koalisi antar partai politik (parpol), pemilihan calon ketua umum parpol hingga saling berebut kursi jabatan. Jika kita lihat perpolitikan memang tak ayalnya sebuah permainan sepak yang selalu dibumbui dengan tackling, saring serang hingga stuggle each other (menjatuhkan satu sama lain).

Sama Kerasnya

Bisa dikatakan politik adalah sama kerasnya dengan sebuah permainan sepak bola. Bila disamakan dengan permainan sepak bola berarti politik itu menakutkan kah?. Bisa dikatakan ‘iya’. Politik akan saling dorong, menyerang, tackling, menjatuhkan satu sama lain hingga bisa mencapai gol yaitu tercapainya sebuah tujuan yang diharapkan. Demi mempertahankan kepentingannya, mereka akan saling serang terhadap mereka yang dianggap sebagai lawan politiknya. Mereka akan saling menjatuhkan satu sama lain dengan mencari-cari kesalahan lawannya. Jika dalam sepakbola ada lawan ada kawan di dalam politik kadang tak mengenal itu. Politik kadang buta akan kawan dan lawan sampai-sampai mereka bisa saling menendang walau dalam satu tim atau parpol. Rasanya tidak ada kawan abadi yang ada hanyalah ‘kepentingan abadi’.

Jika dalam sepak bola dikenal dengan adanya blunder seperti pertandingan Korea Selatan melawan Argentina di mana terjadi blunder pemain bertahan Argentina, Martin Demichelis mengakibatkan Argentina kebobolan oleh Park Ji-Sung. Di dalam politik pun juga ada hal demikian alih-alih menyerang musuh politiknya dan mempertahankan kepentingannya malah bisa-bisa serangan tersebut akan kembali kepada dirinya dan malah lawan yang bisa menjebol gawang kita dalam arti mencapai tujuannya. Layaknya sepak bola politik harus memerlukan strategi apakah kita akan deffence atau full attack. Jika dalam sepak bola diperlukan sebuah timing yang pas untuk memasukkan pemain andalan mereka dalam politik pun juga begitu. Diperlukan sebuah waktu yang tepat untuk mengangkat atau memanfaatkan isu yang sedang berlangsung untuk menarik dukungan dari masyarakat. Wah, kalau begitu politik itu kejam ya?. Secara mutlak ‘tidak’. Kita tidak bisa lepas dalam politik. Hidup keseharian kita pun secara tidak langsung sudah memasuki ranah politik. Misalnya, kita akan membeli sebuah pakaian pastilah kita memilih. Nah, memilih itu lah merupakan hal kecil dari politik. Karena dalam proses pembuatan kebijakan (decision making process) seorang pemimpin perlu memilih kebijakan manakan yang akan diambil, semisal terus mensubsidi minyak tanah atau konversi ke gas.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline