Mungkinkah Seorang Pendamping Sosial Menjadi Agent of Change?
Sebagai seorang Pendamping Sosial, kita tentu secara rutin melakukan sesi P2K2 (Program Peningkatan Kemampuan Keluarga) atau FDS (Family Development Session) bagi KPM (Keluarga Penerima Manfaat) dampingan kita masing-masing. Program P2K2 merupakan program pemberdayaan bagi KPM agar terjadi perubahan perilaku dan perubahan taraf ekonomi. Di dalam FDS, diberikan sebanyak lima modul. Di setiap modul, dilengkapi pula dengan flipchart, pemutaran film, buku pintar, permainan, dan alat peraga.
Akan tetapi, pernahkah ketika kita menyampaikan materi, para KPM tidak memperhatikan kita, sibuk ngobrol sendiri, atau bahkan mengantuk? Atau selama dan sesudah materi diberikan, tidak ada dialog atau umpan-balik dari mereka? Mereka hanya diam, sekedar mengiyakan, tidak mau bertanya, tidak mau bercerita, dst. Atau lebih dari itu, ketika pertemuan berikutnya kita menanyakan isi materi pertemuan lalu, mereka lupa dan tidak ada yang bisa diingat lagi. (Nah loch, gimana rasanya kalau seperti itu, hehe...).
Sebaliknya, dari sisi kita sebagai Pendamping, kita juga merasa jenuh dan bosan. Harus menyampaikan materi yang itu-itu terus, atau bertemu dengan KPM yang itu-itu juga. Ditambah lagi kurangnya respon dari KPM saat menyampaikan materi, termasuk tiadanya perubahan perilaku yang bisa dilihat dari mereka. Bisa jadi, dengan kenyataan yang demikian, selanjutnya kita menyampaikan materi secara asal-asalan, sekedar gugur kewajiban. Atau lebih parah lagi, kita hadir tidak lagi menyampaikan materi, hanya sekedar say hello dan meminta tanda tangan presensi.
Pentingnya Ilmu Retorika
Secara sederhana, retorika adalah seni berpidato. Dalam hal FDS berarti seni menyampaikan materi. Kemampuan dalam hal berbicara, ngomong, juga bercerita. Bagaimana caranya agar dalam menyampaikan materi terlihat menarik, memukau, tidak membosankan, bahkan bersifat menghibur. Beberapa hal terkait ilmu retorika adalah kemampuan melakukan improvisasi, breaking ice, teatrikal, dan berorientasi kepada audiens.
Sudah kita memang kurang pandai berbicara, cara penyampaian yang kaku, tidak ada selingan atau variasi (ditambah tampang kita yang sangar dan seram, hehe...), ya wajarlah kalau KPM tidak mau mendengarkan dan ngobrol sendiri. Bisa jadi mereka datang ke pertemuan kelompok karena terpaksa, karena bagi mereka mengikuti FDS itu tidak menarik dan membosankan.
Lain halnya jika kita pandai beretorika, sudah dapat dipastikan KPM akan bersedia menyimak dengan seksama, antusias, merasa senang, dan materi yang disampaikan mudah dicerna dan diingat. Bahkan, satu sesi selama dua jam akan terasa singkat karena KPM menikmati sesi itu dan merasa terlibat di dalamnya.
Setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan terkait ilmu retorika dalam penyampaian FDS, yaitu:
- Kekuatan ide; kita harus bisa memilih ide-ide yang kuat, mencerahkan, menginspirasi, menggerakkan, jika perlu ide yang revolusioner.
- Retorika penyampaian; kemampuan melakukan improvisasi, breaking ice, teatrikal, dan berorientasi kepada audiens.
- Penataan panggung; dalam hal ini meliputi flipchart, pemutaran film, buku pintar, permainan, dan alat peraga.
Ingin Merubah Individu atau Masyarakat?