Lihat ke Halaman Asli

trimanto ngaderi

Penulis Lepas

Jalan Berliku Pemberdayaan KPM PKH

Diperbarui: 6 Juni 2021   20:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

source: https://pendidikan.co.id

Jalan Berliku Pemberdayaan KPM PKH

Tugas utama seorang Pendamping Sosial Program Keluarga Harapan (PKH) adalah melakukan pemberdayaan terhadap Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dampingannya. Tujuan akhir dari pemberdayaan ini adalah "perubahan perilaku". KPM menerima bantuan berupa uang nontunai hanyalah sebagai stimulant saja. 

Inti pokok program PKH adalah pemberdayaan social. Dalam hal ini Pendamping Sosial melakukan tugas pemberdayaan, di antaranya: Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) atau Family Development Session (FDS), memberikan pelatihan/keterampilan tertentu, serta bentuk-bentuk pemberdayaan lainnya sesuai kreativitas masing-masing Pendamping.

Tidak sedikit Pendamping yang bersungguh-sungguh melakukan pemberdayaan. Ia melakukan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas KPM dampingannya. Bahkan, mereka rela melakukan sesuatu yang bukan merupakan tupoksi Pendamping demi kebaikan dan kemajuan KPM. Mereka rela menyumbangkan segenap waktu, tenaga, pikiran, bahkan dana untuk melakukan pemberdayaan sosial. Pendamping tipe seperti ini benar-benar berjiwa sosial.

Tapi amat disayangkan, dari sisi KPM sendiri, tidak sedikit dari mereka yang tidak siap atau tidak mau untuk diberdayakan. Mereka kurang (tidak) merespon niat baik dari Pendamping. Mereka hanya mau bantuannya saja, tidak butuh yang lain. mereka hanya ingin menerima hak, sedangkan kewajiban sebagai KPM tidak dipenuhinya.

Beberapa kendala yang berasal dari KPM yang menghambat Pendamping dalam melakukan pemberdayaan, di antaranya:

1. Sifat Malas

Ini mungkin kendala terbesar yang kita hadapi. Seorang pemalas biasanya selalu mencari-cari alasan (pembenaran) atas perilaku malasnya. Sifat malas merupakan salah satu penyebab terjadinya kemiskinan. Inilah yang biasanya disebut dengan "kemiskinan kultural", kemiskinan yang disebabkan oleh budaya, kebiasaan, atau perilaku (negatif).

Misalnya saja, ada yang mengeluh harga cabe cukup mahal. Ketika kita bilang, mengapa tidak menanam sendiri, jawabannya tidak punya lahan. Yang punya lahan pun beralasan: airnya sulit, diganggu ayam, terkena hama dsb. Ketika air melimpah, tidak ada ayam dan tidak ada hama, ujung-ujungnya mereka pun mengatakan dengan jujur bahwa mereka malas. Padahal untuk menanam cabe tidak harus punya lahan, bisa memakai pot atau polybag, bahkan bisa dengan sistem hidroponik.

Kemalasan juga ditunjukkan KPM ketika ada pertemuan kelompok atau kewajiban lainnya, seperti timbang balita ke posyandu, pemeriksaan kehamilan, atau setor KK ketika ada perubahan data keluarga. Mereka hanya mau mengambil haknya saja, sedangkan kewajibannya enggan melaksanakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline