Oleh: Tri Handoyo
Sebagai pemimpin Padepokan Benteng Nusa, Lintang Kejora tidak luput dari fitnah orang-orang yang selama ini menyimpan dengki. Salah satu fitnah favorit yang mereka ulang-ulang adalah bahwa kekayaan Benteng Nusa berasal dari harta peninggalan Majapahit yang dicuri Panglima Kelabang Karang. Malangnya, panglima itu tewas sehingga Benteng Nusalah yang akhirnya menikmati hasil jarahan haram itu.
"Saya ingin sekali membungkam mulut nyinyir para pendengki itu guru!" seru beberapa murid senior.
"Hm.., tidak ada gunanya menjelaskan kepada orang-orang itu," kata Lintang menenangkan murid-muridnya. "Mereka sebetulnya tahu faktanya, dan fitnah itu hanya laku di kalangan mereka sendiri!"
Murid yang lain mengajukan pertanyaan, "Bagaimana dengan berita yang mengatakan bahwa tidak ada yang bisa menandingi kesaktian Iblis Muka Gedek, bahkan ilmu Guru Lintang pun dianggap masih di bawahnya?"
"Ha..ha.., biarkan saja! Itu hanya upaya untuk mengadu domba!"
Semua murid-murid tahu, Guru Lintang Si Pendekar Pedang Akhirat itu seperti harimau menyembunyikan kuku. Ia orang yang tidak mau menyombongkan diri dan sengaja merahasiakan kelebihan-kelebihannya.
"Becik ketitik ala ketara. Kebenaran atau keburukan itu pasti akan ketahuan!" sambung Lintang, "Sapa salah bakal seleh, sapa bener bakal jejer!" Artinya, siapa yang salah bakal kalah, siapa yang benar bakal menang.
"Betul sekali, Guru!" seru murid-murid sepakat.
"Ada ungkapan, 'Menang umuk, kalah ngamuk'. Sama seperti kehidupan kebanyakan kita, saat mendapat nikmat lantas jumawah, namun ketika diberi cobaan hidup sibuk mencari kambing hitam, bahkan menyalahkan Tuhan!"
Saat itu angin semilir yang berhembus terasa lebih sejuk dari biasanya. Keringat yang tadinya membasahi sekujur tubuh telah mengering. Akan tetapi mereka belum mau beranjak dari tempat latihan, masih ingin menikmati pencerahan demi pencerahan dari sang guru.