Lihat ke Halaman Asli

Ikrar Sang Pendekar (97): Pendekar Sejati

Diperbarui: 27 Oktober 2024   09:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Tri Handoyo

Oleh: Tri Handoyo

"Sebenarnya Raden Ghandi saat ini masih sakit!" bisik Gandung alias Ghozali Si Raja Belut kepada Manggala putra Mahesa. Ia jelas berniat mengadu domba dalam kedok memberikan motivasi. "Tengkuknya masih lebam, jadi tenaganya pasti masih lemah! Hari ini kamu pasti menang, Gala!"

Ghandi sedang berhadapan dengan Manggala yang usianya setahun di bawahnya. Kedua bocah kecil itu sudah biasa berhadapan dalam setiap latihan sabung, akan tetapi hari itu ada kesengajaan untuk mengadu domba kedua bocah itu agar bertarung mati-matian.

Gala menerjang dengan jurus paling ampuh dari semua jurus yang jarang dikuasai oleh murid di tingkatannya, yaitu jurus Mendepak Ombak Menuai Buih. Jurus itu dilakukan dengan sambaran kaki mengarah pada kaki lawan, akan tetapi itu merupakan tipuan belaka, karena jurus itu secara berputar disusul dengan kedua tinju cepat ke arah dada. Dapat dibayangkan betapa dahsyatnya.

Akan tetapi, alangkah kaget Gala melihat Ghandi sepertinya tidak terpancing tipuan itu, namun ketika pukulannya mengarah dada, Ghandi sudah meloncat ke samping sehingga jurus itu pun tidak ada gunanya sama sekali.

Selagi meloncat, tidak hanya untuk memunahkan jurus lawan, melainkan membalas dengan tendangan kipas ke arah kepala, sehingga Gala yang tidak menduga itu langsung tersungkur ke tanah.

Semangat Gala membara. Ia cepat bangun, mengerahkan seluruh kekuatan untuk kembali menerjang. Ghandi sengaja berlaku lambat hingga Gala sudah menyeringai kegirangan. Akan tetapi mendadak tubuhnya terlempar. Terdengar suara keras, Tanpa dapat dihindarkan lagi oleh Gala yang pada saat tubuhnya sedang melayang dalam usahanya menendang, tahu-tahu kaki Ghandi sudah sangat cepat menghadang.

Gala segera mengerahkan tenaga dalamnya untuk menahan, akan tetapi tendangan itu hebat bukan main, dia terlempar dan terbanting ke atas tanah sampai bergulingan, sejauh tiga meter. Bocah berumur tujuh tahun itu mencoba bangkit lagi, tapi dadanya terasa nyeri, lalu ambruk dan muntah darah segar.

Gandung berlari cepat memberikan pertolongan. Dari jarak dekat ia diam-diam memukul dada Manggala hingga bocah itu tidak sadarkan diri. "Cepat bawa ke 'acaraki'! Ayo cepat!" Acaraki adalah ruang semacam klinik kesehatan.

Dua orang kemudian menggotong tubuh Manggala menuju ke ruang pengobatan, dan di antara murid-murid ada yang berlari mengabarkan kejadian itu kepada Lastri, ibu Manggala.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline