Lihat ke Halaman Asli

Ikrar Sang Pendekar (90): Prasasti Yang Terpatri

Diperbarui: 18 Oktober 2024   17:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Tri Handoyo

Oleh: Tri Handoyo

"Kalian bajingan pengecut!" teriak Mahesa lantang, dan goloknya sangat sibuk menangkis serangan yang makin menggila. 'Mati atau menyerah gak ada bedanya,' pikirnya sambil terus memberikan perlawanan. Kematian tinggal menunggu waktu.

Di saat situasi sangat genting, tiba-tiba ada bayangan berkelebat menyerbu ke arena pertempuran dan menyerang para pengeroyok. Gerakannya gesit luar biasa, sehingga sukar diikuti oleh pandangan mata. Orang-orang yang mengepung Mahesa terpental mundur semua, bahkan ada yang sampai lima meter jauhnya.

Ada pun Ki Kalong Wesi kini melangkah maju. Ketika sampai di depan orang yang baru datang membantu itu, dalam jarak tiga meter, ia berkata dengan suara parau, "Inikah Si Pendekar Pedang Ahirat itu? Masih masih muda tapi sudah memiliki ilmu tinggi!"

"Andakah yang berjuluk Ki Kalong Wesi?"

"Ha..ha.., pandanganmu cukup tajam juga!" Ki Kalong Wesi lantas mengangkat kedua tangan ke depan sambil membungkuk seolah memberi hormat. Namun keluar sebuah sambaran hawa pukulan yang menimbulkan angin menghantam dada Lintang. "Senang akhirnya bisa bertemu denganmu!"

Lintang tidak kaget menerima serangan secara demikian, karena hal seperti itu sudah biasa terjadi di kalangan pendekar berilmu tinggi. Namun yang mengejutkannya adalah energi yang menyambar terasa sangat halus. Artinya, semakin halus energi yang ditimbulkan, berarti semakin tinggi tenaga dalamnya. Maka ia segera mengerahkan hawa murni di tubuhnya, sambil membalas memberi hormat. "Saya yang muda menghaturkan hormat, dan senang juga bisa bertemu dengan pendekar hebat seperti Anda!"

Lintang tampak memberi hormat dengan mengangkat kedua tangan, namun sesungguhnya yang terjadi, ia sedang menangkis serangan gelap itu dengan hawa murni yang kuat.

Dua energi bertemu di udara dan biar pun kedua kaki Ki Kalong Wesi masih tetap dalam posisi kuda-kuda, tetapi ternyata ia telah tergeser mundur sejengkal. Sementara Lintang masih tegak berdiri di tempatnya, hanya pijakan kakinya amblas ke tanah sedalam lima sentimeter.

Sejenak mata yang merah itu terbelalak kaget, lalu katanya, "Kamu boleh juga anak muda! Hebat!"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline