Oleh: Tri Handoyo
Mbah Rejo yang matanya rabun dan nyaris buta menyambut kedatangan Arum dan Lintang dengan penuh suka cita. Raut mukanya yang penuh keriput dan mulutnya yang ompong membayangkan kedalaman batin seorang yang sudah banyak makan asam garam kehidupan.
"Selamat datang! Suatu kehormatan bagiku mendapat kunjungan dari pendekar besar seperti kalian!"
Mereka lalu berbincang-bincang di serambi muka rumah Mbah Rejo. Kakek tua itu dulunya adalah orang pertama yang menjadi karyawan Mpu Naga Neraka dalam pembuatan senjata pusaka.
"Ada seorang dari keluarga bangsawan Kediri yang datang untuk memperbaiki keris!" tutur Mbah Rejo mengawali cerita sejarah terciptanya pedang Pusaka Mpu Naga.
Keris luk tujuh belas yang sangat tua itu tanpa gagang dan ada beberapa bagian yang karatan dan geripis di sana-sini. Si pemesan minta agar keris itu diperbaiki dan diubah menjadi pedang. Setelah Mpu Naga menyelesaikan pesanan itu selama sekitar enam bulan, si pendekar pemilik keris itu tidak pernah muncul lagi. Mungkin saja ia sudah meninggal dunia.
Keris yang diperbaiki itu adalah salah satu karya cipta Mpu Gandring, yang konon terbuat dari bongkahan meteorit yang jatuh dari langit, logam yang memiliki energi yang sangat besar dan kuat.
Pada waktu yang hampir bersamaan Mpu Gandring menerima dua pesanan keris dari Ken Arok dan dari seorang ksatria Kediri. Ken Arok sudah tidak sabar ingin mengambil keris pesanannya, tapi ia selalu mendapat jawaban bahwa keris itu belum selesai.
"Kapan bisa saya ambil, Ki Gandring?" tanya Arok berusaha bersabar. "Saya sudah berkali-kali ke sini kok belum jadi-jadi!"
"Saya masih menyelesaikan keris pesanan seorang bangsawan kerajaan Kediri," jawab Mpu Gandring. Ia memang sengaja mengulur-ulur menyelesaikan keris pesanan itu karena firasatnya mengatakan ada kejahatan yang sedang direncanakan lelaki itu dengan keris pesanannya.